RUWATAN
Pengertian Ruwat/Ruwatan
Kata “ruwat” mempunyai arti terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwatan
atau meruwat berarti upaya manusia untuk membebaskan seseorang yang
menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk, dengan cara melaksanakan
suatu upacara dan tata cara tertentu.
Menurut
kepercayaan sebagian masyarakat (jawa: Gugon Tuhon) bahwa sebagian
orang yang mempunyai kriteria tertentu itu dalam hidupnya di dunia ada
yang akan tertimpa nasib buruk.
Asal Muasal Adanya Ruwatan
Dalam
cerita pewayangan ada seorang tokoh yang bernama "BETHORO GURU" atau
"SANG YANG GURU", dia beristrikan dua orang istri. Dari istri pademi dia
menurunkan seorang anak laki-laki bernama WISHNU. setelah dewasa Wishnu
menjadi orang yang berbudi pekerti baik, sementara dari istri selir dia
juga menurunkan seorang anak laki-laki bernama BETHORO KOLO. Setelah
dewasa Bethoro Kolo menjadi orang jahat, konon kesurupan setan. Dia
sering mengganggu jalma manusia untuk dimakan. Maka sang ayah memberi
nasehat ''Jangan semua jalma kamu mangsa, akan tetapi pilihlah jalma seperti dibawah ini:
1. Untang-Anting
yakni anak tunggal laki-Iaki.
2. Unting-Unting
yakni anak tunggal perempuan.
3. Kedono-Kedini
yakni dua anak laki-Iaki dan perempuan.
4. Kembang Sepasang
yakni dua anak perempuan.
5. Uger-Uger Lawang
yakni dua anak laki-laki.
6. Pancuran Keapit Sendang
yakni tiga anak, perempuan, laki-laki dan perempuan.
7. Sendang Keapit Pancuran
yakni tiga anak, laki-laki, prempuan dan laki-laki.
8. Cukit-Dulit
yakni tiga anak laki-Iaki.
9. Sarombo
yakni empat anak laki-Iaki.
10. Pandowo
yakni lima anak laki-laki.
11. Gotong Mayit
yakni tiga anak perempuan.
12. Sarimpi
yakni empat anak perempuan.
13. Ponca Gati
yakni lima anak perempuan.
14. Kiblat Papat
yakni empat anak laki-laki dan perempuan.
15. Pipilan
yakni lima anak, empat perempuan dan satu laki-laki.
16. Padangan
yakni lima anak, satu perempuan em pat laki-laki.
17. Sepasar
yakni Lima anak laki-laki dan perempuan.
18. Pendowo Ngedangno
yakni tiga anak laki-laki dan satu perempuan.
Dalam metos orang Jawa, cerita diatas secara turun temurun masih diyakini kebenarannya, sehingga menurut Shohibur riwayah agar
Bethoro Kolo yang jahat itu tidak memangsa jalma seperti tersebut
diatas, dicarikan solusi yaitu harus diadakan "RUWATAN" untuk anak yang
bersangkutan.
Acara "Ruwatan" Dalam Tradisi Jawa
Ruwatan
yang diyakini oleh kebanyakan orang jawa sebagai solusi agar jalma/anak
yang bersangkutan terhindar dari mara bahaya, adalah suatu upacara yang
acaranya sebagai berikut:
a. Mengadakan pagelaran wayang;
b. Sebagai pemandu pagelaran ini, dipilih seorang "DALANG SEJATI";
c. Lakon yang dipentaskan, lakon khusus "MURWO KOLO";
d. Menyajikan sesaji khusus untuk memuja Bethoro Kolo;
e. Pada
acara pamungkas ruwatan, ki Dalang Sejati membacakan mantra-mantra
dengan iringan gamelan, langgam dan gending tertentu. Konon
mantra-mantra tersebut untuk tolak balak (mengusir BETHORO KOLO yang
jahat itu).
Acara Ruwatan yang Islami.
Pada saat para wali bertabligh di
Jawa, tradisi ruwatan tersebut terus berlaku di kalangan masyarakat.
Oleh karena menurut hasil seleksi para wali di dalam upacara dan acara
ruwatan ala Jawa tersebut ada unsur-unsur yang menyimpang dari syari’ah,
dan ada juga unsur-unsur yang merusak 'aqidah. Maka dengan bijak mbah
wali mencari alternatif lain dengan cara mewarnai budaya tersebut dengan
amalan-amalan yang Islami.(lebih jelas lagi buka bab AL URF, yakni metode USHUL FIQH dalam meng istimbath dalam permasalahan kebiasaan di masyarakat)
Sewaktu
ada salah satu warga masyarakat yang meminta kepada mbah wali untuk
diruwat, beliau tetap melayaninya, namun dengan cara baru, yaitu :
· Amalan yang asalnya berbau Khurafat (Gugon Tuhon) diarahkan kepada perilaku yang bertendensi kepada syari’ah;
· Amalan yang asalnya berbau syirik, diarahkan kepada Tauhid;
· Amalan yang asalnya berbau bid’ah, diarahkan kepada Sunnah.
Dalam
acara ruwatan yang Islami ini, mbah Wali berinisiatif untuk melakukan
amalan-amalan yang sekiranya sesuai dengan tuntunan syari’ah dan
berpegang pada aqidah yang benar. Amalan-amalan tersebut antara lain :
a. Membaca surat Yasin dengan cara berjama'ah;
b. Membaca kalimah Thayyibah dan shalawat Nabi;
c. Memanjatkan
do'a (memohon kepada Allah SWT) agar keluarga yang bersangkutan
terhindar dari mara bahaya, diberi keselamatan di dunia dan akhirat;
d. Diadakan sekedar selamatan, shadaqahan, yang dihidangkan kepada para peserta upacara ruwatan.
Hukum Ruwatan
Mengenai
hukum ruwatan dengan cara tradisi Jawa seperti yang tersebut dalam
keterangan di atas, kiranya cukup jelas bagi kita kaum muslimin, bahwa
hal tersebut tidak diperbolehkan, karena didalamnya ada unsur-unsur yang
menyimpang dari ajaran agama Islam.
Nah,
sekarang bagaimana hukum ruwatan yang dilaksanakan dengan mambaca surat
Yasin, Sholawat Nabi, Kalimah Thoyyibah, bacaan do'a dan selamatan ala
kadarnya?
Jawaban masalah tersebut, bisa diuraikan sebagai berikut:
a. membaca
surat Yasin dan sholawat Nabi dengan maksud agar tercapai apa yang
dituju, terlepas dari kesulitan dan terhindar dari bermacam-macam
kejahatan, hal itu termasuk amalan yang dibenarkan dalam agama kita.
Sayyid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya "Idlohu Mafahimis Sunnah" menerangkan :
وَمَنْ
قَرَأَ سُوْرَةَ يس أَوْ غَيْرَهَا مِنَ الْقرآنِ للهِ تَعَالَى طَالِبًا
الْبَرَكَةَ فِيْ الْعُمْرِ وَالْبَرَكَةَ فِيْ الْمَالِ وَالْبَرَكَةَ
فِيْ الصِّحَّةِ فَإِنَّهُ لاَ حَرَجَ عَلَيْهِ وَقَدْ سَلَكَ سَبِيْلَ
الْخَيْرِ، بِشَرْطِ أِنْ لاَيَعْتَقِدَ مَشْرُوْعِيَّةَ ذَلِكَ
بِخُصُوْصِهِ. فَلْيَقْرَأْ يس ثَلاَثًا أَوْ ثَلاَثِيْنَ مَرَّةً أَوْ
ثَلاَثَمِائَةِ مَرَّةٍ بَلْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كُلَّهُ للهِ تَعَالَى
خَالِصًا لَهُ مَعَ طَلَبِ قَضَاءِ حَوَائِجِهِ وَتَحْقِيْقِ مَطَالِبِهِ
وَتَفْرِيْجِ هَمِّهِ وَكَشْفِ كَرْبِهِ وَشِفَاءِ مَرَضِهِ، فَمَا
الْحَرَجُ فِيْ ذَلِكَ؟ وَاللهُ يُحِبُّ مِنَ الْعَبْدِ أَنْ يَسْأَلَهُ
كُلَّ شَيْءٍ حَتىَّ مِلْحَ الطَّعَامِ وَإِصْلاَحِ شِسْعِ نَعْلِهِ.
وَكَوْنُهُ يُقَدِّمُ بَيْنَ يَدَيْ ذَلِكَ سُوْرَةَ يس أَوِ الصَّلاَةَ
عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هُوَ إِلاَّ مِنْ
بَابِ التَّوَسُّلِ بِاْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَبِالْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ. وَذَلِكَ مُتَّفَقٌ عَلَى مَشْرُوْعِيَّتِهِ. إهـ إيضاح مفاهيم السنة ص: 11
Artinya :
" Barang siapa membaca surat Yasin atau surat lain dalam Al-Qur'an karena Allah dengan niat memohon agar diberkahi umurnya, harta bendanya dan kesehatannya, hal yang demikian itu tidak ada salahnya, dan orang tersebut telah menempuh jalan kebajikan, dengan syarat jangan menganggap adanya anjuran syari'at secara khusus untuk hal itu. Silahkan orang itu membaca surat Yasin tiga kali, tiga puluh kali atau tiga ratus kali, bahkan bacalah AI-Qur'an seluruhnya secara ikhlas karena Allah serta memohon agar terpenuhi hajatnya, tercapai maksudnya, dihilangkan kesusahannya, dilapangkan kesempitannya, disembuhkan penyakitnya dan terbayar hutangnya. Maka apa salahnya amalan tersebut? Toh Allah menyukai orang yang memohon kepadaNya mengenai segala sesuatu sampai dengan urusan garam untuk dimakan atau memperbaiki tali sandal. Adapun orang tersebut sebelum berdo’a membaca surat Yasin atau membaca sholawat Nabi hal itu hanyalah merupakan tawassul dengan amal shalih dan tawassul dengan Al-Qur'an. Disyari'atkannya Tawassul ini disepakati oleh para ulama.
Syaikh Ahmad As-Showi dalam kitab tafsirnya juz III halaman 317 juga meriwayatkan sabda Nabi yang artinya:
إِنَّ
فِيْ الْقُرْآنِ لَسُوْرَةً تَشْفَعُ لِقَارِئِهَا وَتَغْفِرُ
لِمُسْتَمِعِهَا، أَلاَ وَهِيَ سُوْرَةُ يس. تُدْعَى فِي التَّوْرَاةِ
الْمُعِمَّةَ. قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا الْمُعِمَّةُ؟ قَالَ
تَعُمُّ صَاحِبَهَا بِخَيْرِ الدُّنْيَا وَتَدْفَعُ عَنْهُ أَهْوَالَ
اْلآخِرَةِ. وَتُدْعَى أَيْضًا الدَّافِعَةَ وَالْقَاضِيَةَ. قِيْلَ يَا
رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ ذَلِكَ؟ قَالَ تَدْفَعُ صَاحِبَهَا كُلَّ سُوْءٍ
وَتَقْضِيْ لَهُ كُلَّ حَاجَةٍ ..... إِلَى أَنْ قَالَ: يس لِمَا قُرِئَتْ
لَهُ. وَحِكْمَةُ اخْتِيَارِ الصَّالِحِيْنَ فِي اسْتِعْمَالِهَا
التَّكْرَارَ كَأَرْبَعٍ أَوْ سَبْعٍ أَوْ أَحَدٍ وَأَرْبَعِيْنَ وَغَيْرِ
ذَلِكَ شِدَّةُ الْحِجَابِ وَالْغَفْلَةِ عَلَى الْقَلْبِ،
فَبِالتَّكْرَارِ تَصْفُوْ مِرْأَتَهُ وَتَرِقُّ طَبِيْعَتَهُ. إهـ تفسير
صاوي جزء ثالث ص 317
Artinya:
''Sungguh
dalam Al-Qur'an itu ada satu surat yang memberi syafa'at kepada
pembacanya dan memohonkan ampunan untuk pendengarnya, ingatlah surat itu
adalah surat Yasin. Dalam kitab Taurat surat ini disebut “AL
–MU’IMMAH”. Ditanyakan : apa itu Al-Mu’immah Ya Rasul ? Rasu!ullah menjawab : artinya
surat yang bisa meliputi secara keseluruhan kabajikan di dunia dan
tertolaknya kehebohan di akhirat bagi pembaca. Surat ini disebut juga
“AD-DAFI'AH” dan “Al-QODLIYAH”. Ditanyakan : bagaimana demikian itu Ya
Rasul ? Rasulullah menjawab : artinya surat yang melindungi dari segala keburukan dan meyebabkan tercapainya segala hajat bagi pembacanya, .... sampai dengan sabdanya : surat
Yasin itu untuk apa saja yang diniatkan oleh pembacanya. Adapun
hikmahnya para ulamaus Sholihin memilih membacanya dengan
berulang-ulang, empat kali, tujuh kali atau empat puluh satu kali dan
lain sebagainya, hal itu karena adanya penghalang dan kelalaian pada
hati kita, maka dengan dibaca berulang-ulang itu kiranya bisa menjadi
bersihlah cermin hati kita dan menjadi lunaklah tabi'atnya.
b. Beristighatsah
dengan niat bertaqarrub dan berdo'a/ memohon kepada Allah mengenai
segala urusan, baik urusan yang kecil atau yang besar, adalah termasuk
hal yang diperintahkan oleh Allah dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam Tafsir Showi juz IV halaman 13 diterangkan :
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ. الدُّعَاءُ فِيْ اْلأَصْلِ
السُّؤَالُ وَالتَّضَرُّعُ إِلَى اللهِ تَعَالَى فِيْ الْحَوَائِجِ
الدُّنْيَوِيَّةِ وَاْلأُخْرَوِيَّةِ الْجَلِيْلَةِ وَالْحَقِيْرَةِ.
وَمِنْهُ مَا وَرَدَ: لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا
حَتَّى فِيْ شِسْعِ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ. وَقَوْلُهُ أَسْتَجِبْ
لَكُمْ أَيْ أُجِبْكُمْ فِيْمَا طَلَبْتُمْ. إهـ تفسير صاوي جزء رابع ص 13
Artinya:
''Dan Tuhanmu berfirman "Berdo'alah kepadaKu niscaya akan Aku perkenankan bagimu (Al-Mukmin : 60).
Do'a menurut aslinya ,adalah memohon dan merendahkan diri kepada Allah
SWT dalam segala kebutuhan duniawi dan ukhrowi, kebutuhan yang besar
atau kecil. Ada anjuran untuk berdo'a dalam riwayat hadits : Silahkan
salah satu dari kamu sekalian memohon kepada Tuhannya mengenai semua
kebutuhannya sampai dengan tali sandalnya yang putus. Firman Allah:
"Astajib Lakum" artinya : Aku (Allah) akan memperkenankan kamu mengenai apa yang kamu mohonkan kepadaKu.
c. Mengadakan
selamatan/menghidangkan hidangan kepada para peserta upacara ruwatan
dengan niat shadaqah. Hal ini juga rnengandung banyak fadlilah/keutamaan,
antara lain : menyebabkan orang yang bersedekah akan terhindar dari
beraneka ragam balak, mushibah dan mara bahaya. Sebagaimana hadits Nabi
riwayat dari sahabat Anas, bahwa Nabi SAW bersabda :
الصَّدَقَةُ تَمْنَعُ سَبْعِيْنَ نَوْعًا مِنْ أَنْوَاعِ الْبَلاَءِ. رواه الخطيب عن أنس رضي الله عنه. إهـ الجامع الصغير ص 190
Artinya:
“'Shodaqoh itu bisa menolak tujuh puluh macam balak (mushibah)”. HR. Khotib
Dengan
demikian hukum ruwatan dengan membaca surat Yasin, shalawat Nabi dan
lain sebagainya adalah boleh jika dimaksudkan untuk rnendekatkan diri
kepada Allah dan bersih dari hal-hal yang terlarang. Bisa juga rnenjadi
haram jika tidak dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau
mengandung larangan agama, bahkan bisa jadi kufur, jika dimaksud untuk
menyembah selain Allah.
Kesimpulan hukum demikian ini, sebagaimana yang tersebut dalam hasil keputusan bahtsul masa'il NU Jatim halaman 90 :
إِنْ
قُصِدَ بِتَصَدُّقِ ذَلِكَ الطَّعَامِ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ
لِيَكْفِيَ اللهُ شَرَّ ذَلِكَ الْجِنِّ لَمْ يَحْرُمْ، لأَنَّهُ لَمْ
يَتَقَرَّبْ لِغَيْرِ اللهِ كَمَا لاَ يَخْفَى لِلْمُصَنِّفِ. وَأَمَّا
إِذَا قَصَدَ الْجِنَّ فَحَرَامٌ، بَلْ إِنْ قَصَدَ التَّعْظِيْمَ
وَالْعِبَادَةَ لِمَنْ ذُكِرَ، كَانَ ذَلِكَ كُفْرًا قِيَاسًا عَلَى
نَصِّهَا فِي الذَّبْحِ.
Artinya:
''Apabila menshodaqohkan makanan tersebut dengan tujuan mendekatkan diri (taqarrub)
pada Allah agar terhindar dari kejahatan jin, maka tidak haram karena
tidak ada taqarrub kepada selain Allah. Apabila ditujukan pada jin, maka
haram hukumnya. Bahkan apabila bertujuan mengagungkan dan menyembah
pada selain Allah, maka hal itu menjadikan kufur karena diqiyaskan pada
nashnya dalam masalah penyembelihan (dzabhi).
Comments
Post a Comment