PESANTREN GENERASI KUAT NKRI

PESANTREN, MINIATUR NKRI




kami mulai coretan ini dengan ngoceh bahasan MENYANTRIKAN GENERASI : SOLUSI DEMORALISASI


AKHLAQUL KARIMAH sungguh merupakan domain terpenting dlaam kehidupan sosial kemasyarakatan, terlebih di era global ini. Karena, tidak terbangunnya Akhlak dalam tata kehidupan di masyarakat tentu akan menyebabkan kehancuran tata nilai dalam masyarakat itu sendiri., hal ini dapat kita saksikan atau kita dengan baik secara langsung atau tidak langsung dalam realita sosial di mana kita berada ataupun melalui media, namun demikian tidak arif kiranya apabila kita serta merta kita “menghakimi” sebuah akibat tanpa menelusuri mendalam tentang penyebabnya.


Menurut hemat penulis, paling tidak ada empat akar terpenting yang menjadi sebab terjadinya gelombang besar krisis akhlak terutama pada generasi remaja kita dewasa ini:

1. di karenakan smeakin lemahnya pegangan pada ilmu dan amal agama, sehingga mengakibatkan lemahnya SELF CONTROL (kontrol diri) dari tiap-tiap individu

2. di karenakan kian kurang efektifnya bimbinga, pembinaan, tuntunan dan keteladanan moral para seniornya, pihak leuarga, sekolah masyarakat/lingkungan, ketiga institusi pendidikan tersebut kini sudah sedemikain turut larut terbawa oleh arus kehidupan yang lebih mengutamakan dan mengagungkan materi tanpa di imbangi dengan penguatan moral spiritual yang selaras, di dalam buku “peranan agama dan kesehatan mental, Prof.,DR. Zakiyah Daradjat mengatakan : “akhlak karimah bukanlah suatu pelajaran yang dapat di capai hanya dengan mempelajarinya saja tanpa adanya pembiasaan sejak kecil, karena akhlak tumbuh dan berkembangnya dari tindakan kepada pengertian, bukan sebaliknya”

3. di karenakan semakin deras dan dahsyatnya arus budaya hidup materalistik, hedonistik dan sekularistik plus kian menjamurnya para penyandang modal yang targetnya semata ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari pasar global, remaja tanpa memperhatikan dan mempedulikan terhadap dampaknya bagi kerusakan akhlak dan asal usulnya apa yang di lakukan dan di sandang adalah verternisasi yang salah kaprah, hingga budaya malu pun hilang tanpa jejak

4. di karenakan belum adanya kemauan dan niat yang sungguh-sungguh dari semua pihak, terutama pihak penyelenggara negara, dan para orang tua yang pasif lagi apatis terhadap anakanya, para orang tua lebih bangga bisa membelikan HP/motor mobil kepada anaknya, tapi malah takut anaknya hidup di pesantren dengan alasan yang sulit di terima akal, melainkan Ego yang penuh dangan syahwad yang di umbar dalam bungkus kasihan dan sayang tanpa nilai.

Oleh karenanya, melalui coretan singkat  dan sederhana ini, -bismillah mengajak kepada semuanya di mulai dari setiap keluarga kita untuk bersama-sama menyelamatkan generasi, yaitu dengan gerakan “MENYANTRIKAN” mereka ke pendidikan pesantren, institusi pendidikan islam yang istiqomah berpegang teguh pada orientasi membangun akhlaqul karimah sebagai prioritas utamanya. Tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yang harus di kembangkan, sebab salah satu dari idiologi pendidikan pesantren adalah, bahwa PENDIDIKAN merupakan Fitroh manusia yang harus di penuhi.

Oleh karenanya sebagai aspek matreal dan spiritual, aspek keilmuan sekaligus moral, aspek duniawi sekaligus ukhrowi. Pendak kata pendidikan islam haruslah mampu membangun pribadi muslim yang ideal agar mampu memfungsikan dirinya sebagai “Abdullah” sekaligus “KHOLIFAH FIL ARD” 

PESANTREN SEBEGAI MINIATUR MULTIKULTURAL 
.
Inilah pesantren, lembaga pencetak kader-kader umat yang tidak hanya paham teori-teori ilmu agama, namun juga bersedia mengamalkannya dengan senantiasa siap membangun dan mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara ini secara positif. Dari itu, berkhidmah untuk pesantren berarti merawat "bunga-bunga" bangsa yang kelak akan berkiprah demi tegaknya dakwah agama dan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.
 

Nusantara adalah negara kepulauan dengan aneka ragam suku, budaya, agama, dan ras. Terdiri dari berbagai macam bahasa dan adat-istiadat, Indonesia adalah negara yang berdiam di dalamnya penduduk dengan kebhinekaan. Lekat dengan keberagaman, namun NKRI tumbuh dalam rasa persatuan dan kesatuan yang terbingkai dalam dasar negara Pancasila guna merawat dan memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa.

Rasa cinta akan negara ini telah dipupuk sejak lama, dan secara terus menerus. Dalam upaya yang demikian, ada banyak cara rakyat Indonesia melakukannya.
Dan, sebagai salah satu lembaga yang mempunyai peran besar dalam menjaga NKRI, pesantren berupaya memposisikan diri sebagai solusi di tengah zaman yang semakin maju. Penduduk negeri yang bertambah banyak dan teknologi informasi yang kian melesat, kian mendorong semangat pesantren untuk turut andil dalam upaya menyatukan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif.

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang bersistem sedemikian rupa, dengan santri yang bermukim di dalamnya. Mukim maksudnya tinggal bersama di dalam asrama, dan mengaji serta mengkaji kitab. Pesantren yang bagus harus dapat memberikan fasilitas nyaman bagi santri dan di sisi lain harus juga memberikan rasa aman.
Nyaman di sini adalah terpenuhinya segala kebutuhan santri yang mendukung fasilitas belajar, seperti ruang kelas, tempat ibadah, kamar mandi, sarana olah raga, dan semacamnya. Sedangkan, rasa aman dapat diberikan dan harus dirasakan oleh santri dan wali santri yang menitipkan putra-putrinya di pesantren.

Figur kiai dalam sebuah pesantren jelas memberikan pengaruh luar biasa terhadap perkembangan pesantren, baik dari segi fisik maupun non-fisik. Sehingga, tak ayal, seorang kiai atau pengasuh pesantren mempunyai peran yang vital dalam keberlangsungan lembaga pendidikan khas milik Islam tersebut.

Dalam konteks hidup bernegara, pesantren sesungguhnya adalah miniatur negara. Sebut saja, kebhinekaan di Indonesia juga ada dalam pesantren. Berbagai karakter dan sifat manusia ada dalam pesantren. Maka, betapa luar biasa seorang santri, ketika dia dapat menyesuaikan diri dan melebur menjadi satu bersama santri-santri lain dengan mengesampingkan ego serta kepentingan diri. Di sinilah justru keunggulan pendidikan pesantren yang tidak dimiliki lembaga-lembaga pendidikan lain. Di pesantren, santri bisa belajar segala macam teori ilmu sekaligus praktik hidup bermasyarakat. Jangan heran, lulusan pesantren adalah orang-orang yang tangguh dan tahan uji, kendati secara teori keilmuan barangkali mereka bukan yang paling unggul. Pesantren tindak hanya fokus mencerdaskan head (pengetahuan), namun juga melatih hand (keterampilan) dan melembutkan (heart).
Berikut definisi al-maghfur lahu KH Hasani Nawawi, pengasuh PP Sidogiri Pasuruan Jawa Timur terkait gambaran pesantren yang tidak lepas dari fenomena keberagaman santrinya:
السنتري
بِشَاهِدِ حَالِهِ هُوَ مَنْ يَعْتَصِمُ بِحَبْلِ اللهِ اْلمَتِيْنِ ، وَيَتَّبِعُ سنَّةَ الرَّسُوْلِ اْلاَمِيْنِﷺ ، وَلاَ يَمِيْلُ يُمْنَةً وَلاَيُسْرَةً فِي كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ ، هَذَا مَعْنَاهُ بِالسِّيْرَةِ وَالْحَقِيْقَةِ لاَ يُبَدَّلُ وَلاَيُغَيَّرُ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا وَاللهُ اَعْلَمُ بِنَفْسِ اْلاَمْرِ وَحَقِيْقَةِ اْلحَالِ

Santri, berdasarkan peninjauan tindak langkahnya adalah orang yang berpegang Teguh kepada Al-Quran dan mengikuti sunah Rasulullah SAW, serta teguh pendirian. Ini maksudnya adalah dengan bersandar kepada sejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan diubah selama-lamanya.

Santri, sebagai pelaku utama (selain kiai) di pesantren, sadar betul bahwa pesantren adalah tempat untuk menempa itu semua. Karena itu, kemandirian, kedisiplinan, kedewasaan, dan menghormati sesama, selalu ditanamkan pesantren pada setiap laku santri yang dibingkai dengan sistem dan peraturan yang mengikat. Harapannya, santri, tanpa sadar, dapat berproses menjadi manusia yang tertib dan disiplin dalam hidup tanpa merasa dipaksa dan terpaksa. Tentu ini sangat berguna ketika kelak santri-santri itu tersebar di masyarakat.

Dalam upaya memupuk rasa cinta tanah air, beberapa pesantren bahkan menuangkan dalam slogan atau semacam pedoman santri. Di antaranya seperti tertuang dalam Panca Kesadaran santri PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo, yaitu:

• Al-Wa’yud Dini: kesadaran beragama.
• Al-Wa’yul Ilmi: kesadaran berilmu.
• Al-Wa’yul Ijtima’i: kesadaran bermasyarakat.
• Al-Wa’yul Hukumi was Sya'bi: kesadaran berbangsa dan bernegara.
• Al-Wa’yun Nidlomi: kesadaran berorganisasi.

Lima kesadaran yang merupakan pedoman santri di pesantren, dalam tataran lebih jauh, bertujuan untuk menyiapkan santri ketika kelak berkiprah di tengah masyarakat. Bahwa satu kesadaran melengkapi empat kesadaran yang lain, sehingga nanti akan menghasilkan sikap sosial yang dahsyat serta patriotisme yang luar biasa.


Oleh Atiqoh Hamid

 

Comments

Popular posts from this blog

7. Istighfar 14 (Empat Belas) Tempat

SHOLAWAT BADAWIYAH

HUKUM MANAQIB pan