KONDANGAN KADO itu BUAT KAMU
Istilah Kondangan memiliki makna beragam. Sebagian memahaminya
sebagai selametan atau kenduri seperti pemahaman orang Jawa. Sebagian
lain memahaminya sebagai bagian tak terpisahkan dari pesta perkawianan
atau khitanan. Kondangan sering diartikan dengan menghadiri undangan walimatul urusy (perkawinan) atau walimatul khitan (sunatan) guna mengucapkan selamat.Dalam
perkembangan selanjutnya, kondangan tidak sekedar menghadiri dan
berucap salam semata saja, tetapi juga disertai dengan pemberian hadiah
baik berupa barang ataupun uang. Sehingga kondangan identik dengan
pemberian uang. Namun proses pemberian uang ataupun hadiah ini tidak
ditata sedemikian rupa, terutama dalam walimatul khitan. Sehingga
terjadi ketidak jelasan apakah kondangan ini ditujukan kepada anak
ataukah orang tuanya.
Dalam hal ini fiqih memberikan aba-aba bahwasannya jikalau ada indikasi hadiah tersebut ditujukan kepada anak atau jelas diterangkan untuk anak, maka baiknya bapak segera menghindar dari hadiah tersebut. Misalkan hadiah berupa baju koko atau sarung tentunya indikasi kuatnya untuk dia yang disunat. Akan tetapi jika pemberian tidak ditentukan dan tidak ada indikasi untuk anak, maka itu adalah milik orang tua begitu disebutkan dalam Raudhatut Thalibin
Qadhi Husain di dalam fatwanya berpendapat bahwa sannya hadiah itu untuk anak, dan wajib bagi orang tua menyampaikan kepadanya, jika tidak maka orang tua itu akan berdosa.
Namun demikian Raudhatut Thalibin masih memberi peluang kepada orang tua untuk mengatur segala pemberian tersebut, dan memberikan kekuasaan penuh kepadanya. Hal ini didasarkan pada pendapat Abu Ishaq as-Syirazi
Abu Ishaq as-Syiarazi berpendapat bahwa hadiah itu adalah milik orang tua, karena seseungguhnya orang-orang itu lebih dekat kepadanya.
Sebenarnya hal ini bisa dijembatani dengan cara menjelaskan sejelas-jelasnya bahwa hadiah (uang kondangan, kado) adalah untuk anak atau orang tuanya. Kalaupun selanjutnya si penerima menghibahkan kembali pemberian itu kepada orang tua/ anak adalah masalah lain lagi.
Dalam hal ini fiqih memberikan aba-aba bahwasannya jikalau ada indikasi hadiah tersebut ditujukan kepada anak atau jelas diterangkan untuk anak, maka baiknya bapak segera menghindar dari hadiah tersebut. Misalkan hadiah berupa baju koko atau sarung tentunya indikasi kuatnya untuk dia yang disunat. Akan tetapi jika pemberian tidak ditentukan dan tidak ada indikasi untuk anak, maka itu adalah milik orang tua begitu disebutkan dalam Raudhatut Thalibin
قلت قطع القاضى حسين فى الفتاوى بأنه للإبن وأنه يجب على الأب أن يقبلها لولده فإن لم يقبل أثم
Qadhi Husain di dalam fatwanya berpendapat bahwa sannya hadiah itu untuk anak, dan wajib bagi orang tua menyampaikan kepadanya, jika tidak maka orang tua itu akan berdosa.
Namun demikian Raudhatut Thalibin masih memberi peluang kepada orang tua untuk mengatur segala pemberian tersebut, dan memberikan kekuasaan penuh kepadanya. Hal ini didasarkan pada pendapat Abu Ishaq as-Syirazi
وفى فتاوى القاضي أن الشيخ أبا إسحاق الشيرازي قال تكون ملكا للأب لأن الناس يقصدون التقرب اليه وهذا أقوى وأصح والله أعلم
Abu Ishaq as-Syiarazi berpendapat bahwa hadiah itu adalah milik orang tua, karena seseungguhnya orang-orang itu lebih dekat kepadanya.
Sebenarnya hal ini bisa dijembatani dengan cara menjelaskan sejelas-jelasnya bahwa hadiah (uang kondangan, kado) adalah untuk anak atau orang tuanya. Kalaupun selanjutnya si penerima menghibahkan kembali pemberian itu kepada orang tua/ anak adalah masalah lain lagi.
Comments
Post a Comment