STATUS ANAK HASIL KECELAKAAN (zina)
Oleh Kang MuSlimin di PASURAN PUTU SANTRI N-H (Berkas) ·
STATUS ANAK HASIL KECELAKAAN
semoga makalah kajian ini menjadi bahan pembelajaran bersama, dan untuk itu mohon koreksi membangun kekurangan dari makalah catatan ruuwet dan njlimet ini,sekali lagi mohon melengkapi kekuarangan dan bukan membalik menjadi ruwet karna bab ini memang cukup suuuwet brow... hehhehe. . .,
kebetulan bab ini beberapa kali masuk inbok kami dan demukian adanya perihal bab status anak hasil luar nikah, khususnya yg perempuan.
baiklah kita mulai saja...
Siapa yang menjadi wali nikah atas perkawinan seorang perempuan yang berasal dari perzinahan tapi ibu dan bapaknya menikah saat kandugan berusia 5 bulan? Apakah wali hakim atau ayah sendiri?
PERTANYAAN
asasalamualaikum pak ,
perkenalkan nama saya psp, dalam waktu dekat ini saya mempunyai rencana menikah. Yang menjadi ganjalan
dalam hati saya adalah persoalan orang tua saya. Sekedar info ustad, saya adalah anak dari MBA (Married By Accident).
Yang saya ingin tanyakan adalah siapa yang berhak untuk menikahkan saya? Ayah kandung saya ataukah Wali Hakim?
Selain itu apa saja akibat hukumnya dalam islam akibat anak di luar nikah ini? Ayah dan ibu saya sudah menikah pada usia kandungannya memasuki 5 bulan, bagaimana kejelasan statusnya pak ustad?
Terima kasih atas penjelasannya
Wassalam,
JAWABAN
Ada dua 3 (tiga) tipe anak hasil zina atau yang lahir dari hubungan seks di luar nikah.
Pertama, kedua orang tua biologis anak tidak menikah selama anak hamil. Maka anak ini statusnya disebut anak zina. Kalau perempuan, yang jadi wali nikahnya adalah wali hakim (KUA untuk Indonesia).
=====
keterangan
Hukum status anak zina. Dan apabila ia anak perempuan, siapa yang menjadi wali nikahnya kelak? Kalau diangkat anak apakah orang tua angkatnya boleh menjadi wali?
PERTANYAAN
langsung saja,
Contoh kasus :
jika A (perempuan) dan B (pria) melakukan zina dan menghasilkan benih (anak) tetapi si B tidak mau bertanggung jawab selaku ayah biologisnya
dan si anak lahir tampa pernikahan.
Pertanyaan saya,
1. bagaimna sttus dari anak tersebut ?
2. Jika saudara perempuan dari si A belum menikah mau mengambil anak itu dan menjadikannya ank,
apakh status anak bisa menjadi sah sebagai anak dari saudaranya itu disaat saudaranya itu menikah dan suami dari saudara perempuannya itu bisa menjadi wali (anak) ?
mohon penjelasannya
Pertanyaan dari AA dikirim melalui email alkhoirot@gmail.com dan info@alkhoirot.com
JAWABAN
1. Anak zina per-walian-nya dihubungkan pada ibunya. Karena ayah biologisnya bukanlah ayah yang sah menurut Islam.[1] Dan karena perempuan tidak boleh menjadi wali nikah, maka wali hakim--pejabat KUA--yang akan menjadi wali saat pernikahan anak tersebut kelak.[2]
2. Mengangkat anak dibolehkan. Tapi status perwalian tetap pada orang tua yang asli. Dalam kasus anak zina di sini, berarti perwalian tetap pada ibu biologisnya yang dialihkan pada wali hakim (pejabat KUA) karena seorang ibu tidak dapat menjadi wali nikah.[3]
3. Sekedar diketahui bahwa zina adalah salah dosa besar dalam Islam. Ia menduduki posisi kedua setelah pembunuhan.
--------------
CATATAN AKHIR DAN RUJUKAN SUMBER REFERENSI
[1] Berdasarkan hadits sahih:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الحجَرُ
Artinya: Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457)
Maksudnya, ayah biologis hubungan perzinaan bukanlah ayah si anak. Dan tidak berhak menjadi wali pernikahannya.
Dalam Islam, anak zina juga tidak berhak mendapat harta warisan dari orang tua angkatnya. Berdasarkan pada hadits:
مَنْ عَهِرَ بِامْرَأةٍ حُرَةِ أو أَمَةِ قَومٍ فَالوَلَدُ وَلَدُ زِنا ، لا يَرِثُ وَلا يُوْرَثُ
Artinya: barangsiapa yang berzina dengan seorang perempuan maka status anaknya adalah anak zina. Dia tidak mewarisi dan tidak menerima warisan (dari ayah biologisnya).
[2] Berdasarkan hadits:
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
Artinya: Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah. (Kitab Al Mustadrok 'alas Sahihain)
Penguasa di sini maksudnya pejabat KUA.
[3] Berdasarkan pada firman Allah
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ *ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
Artinya: Dia (Allah) tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di multumu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) (Al Ahzab 33:5).
Menurut kalangan ahli tafsir, ayat ini turun untuk melarang Nabi dan umat Islam menasabkan anak angkat pada bapak angkatnya yang notabene merupakan tradisi era jahiliyah (era sebelum datangnya Nabi Muhammad). Pendapat ini diperkuat oleh hadits sahih riwayat Bukhari nomor 4800 demikian:
أن أبا حذيفة بن عتبة بن ربيعة بن عبد شمس وكان ممن شهد بدرا مع النبي صلى الله عليه وسلم تبنى سالما وأنكحه بنت أخيه هند بنت الوليد بن عتبة بن ربيعة وهو مولى لامرأة من الأنصار كما تبنى النبي صلى الله عليه وسلم زيدا وكان من تبنى رجلا في الجاهلية دعاه الناس إليه وورث من ميراثه حتى أنزل الله ادعوهم لآبائهم إلى قوله ومواليكم فردوا إلى آبائهم فمن لم يعلم له أب كان مولى وأخا في الدين فجاءت سهلة بنت سهيل بن عمرو القرشي ثم العامري وهي امرأة أبي حذيفة بن عتبة النبي صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله إنا كنا نرى سالما ولدا وقد أنزل الله فيه ما قد علمت فذكر الحديث
Dalam hukum Islam, anak angkat juga tidak berhak atas harta warisan orang tua angkatnya sebagaimana pengertian hadits di atas.
=====
Kedua, kedua orang tua biologis si anak menikah saat anak dalam kandungan. Maka, ayah biologisnya sah menjadi ayah si anak dan berhak menjadi wali nikah
==============
Keterangan pint kedua berlanjut point tiga
Hukum Pernikahan Wanita Hamil zina (di luar nikah/kecelakaan) oleh pria/laki-laki yang menghamilinya dam status anak. Dan hukum perempuan hamil zina tersebut apabila menikah dengan laki-laki lain bukan yang menghamili dan status anak.
PERTANYAAN
Jika ada kasus seperti ini: A (pria) dan B (perempuan) menikah dalam keadaan B hamil duluan (A adalah ayah biologis dari anak yg dikandung). Kemudian lahirlah C (laki-laki). Setelah B melahirkan, A dan B tdk mengulang pernikahan lagi. Beberapa tahun kemudian, lahirlah D (perempuan),A juga merupakan ayah kandung D. Sdtelah belasan tahun kemudian A dan B bercerai. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah A boleh menjadi wali nikah bagi D? Jika tidak, siapakah yg boleh menjadi wali nikah bagi D agar pernikahan D menjadi sah sesuai syariat Agama Islam?
Sekian. Terima kasih.
PERNIKAHAN WANITA HAMIL KARENA ZINA
Ada dua macam wanita hamil. Hamil oleh suami dan hamil karena berzina. Wanita yang hamil oleh suaminya, kemudian dia bercerai, maka tidak boleh menikah dengan lelaki lain kecuali setelah melahirkan. Adapun wanita yang hamil karena zina maka menurut sebagian ulama boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan lelaki lain. Ikuti detailnya di bawah.
PERNIKAHAN WANITA HAMIL LUAR NIKAH DENGAN LELAKI YANG MENGHAMILI
Pendapat ulama ahli fiqh mengenai status Pernikahan Pasangan suami istri yang hamil duluan sebelum menikah
A. Pendapat yang membolehkan/mengesahkan pernikahan semacam itu
Madzhab Syafi'i dan Hanafi menganggap sah pernikahan ini tanpa harus menunggu anak zina lahir. Dengan alasan tidak ada keharaman pada anak zina karena tidak ada nasab (keturunan).
Kompilasi Hukum Islam(KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga(3) ayat , yaitu : 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Keputuasan KHI di atas diperkuat oleh pendapat mayoritas ahli fiqh (jumhur) yang membolehkan menikahi wanita yang dihamilinya. Juga diperkuat oleh beberapa hadits sbb:
i. Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda, "Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." (HR Tabarany dan Daruquthuny).
ii: Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Isteriku ini seorang yang suka berzina." Beliau menjawab, "Ceraikan dia!." "Tapi aku takut memberatkan diriku." "Kalau begitu mut'ahilah dia." (HR Abu Daud dan An-Nasa'i)
iii: Dimasa lalu seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra, "Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Setelah itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), "Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik'. Lalu Ibnu Abbas berkata, "Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka `ku yang menanggungnya." (HR Ibnu Hibban dan Abu Hatim)
iv: Ibnu Umar ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, bolehkan setelah itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, "Ya, bila keduanya bertaubat dan memperbaiki diri."
Kalangan Sahabat Nabi yang membolehkan nikah dalam kasus ini antara lain: Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN AYAH BIOLOGISNYA
Status anak, menurut sebagian ulama, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad nikah--berarti usia kandugan sekitar 3 bulan saat menikah, maka si anak secara otomatis sah dinasabkan pada ayahnya tanpa harus ada ikrar tersendiri. Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan--berarti usia kandungan lebih dari 3 bulan saat menikah, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya.
Kesimpulan: hukum pernikahan A dan B sah dan tidak perlu diulang. Dan status C (anak yang dikandung sebelum menikah) juga sah menjadi anak kandung A baik secara biologis dan syariah. Namun jika si jabang bayi C lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya. A juga boleh menjadi wali dari D (anak kedua) karena berasal dari pernikahan yang sah dengan B.
B. Pendapat yang mengharamkan pernikahan semacam itu
Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra' dan Ibnu Mas'ud termasuk di antara Sahabat yang mengharamkan pria menikahi wanita yang dizinainya. Dan karena itu, mereka tidak menganggap sah pernikahan semacam ini. Ulama madzhab Maliki dan Hanbali juga mengharamkan.
PERNIKAHAN PEREMPUAN HAMIL ZINA DENGAN PRIA LAIN BUKAN YANG MENGHAMILINYA DAN STATUS ANAK
A. Boleh Menikah tapi Tidak Boleh Berhubungan Badan
Menurut madzhab Hanafi, boleh menikah tapi tidak boleh ada hubungan badan sampai anak zina tadi lahir seperti keterangan dalam kitab Durr al-Mukhtar karya Haskafi.
Dasar hadits:
1. Tidak boleh berhubungan badan dengan wanita hamil kecuali setelah melahirkan.
2. Seorang lelaki mukmin tidak halal berhubungan badan dengan perempuan hamil. (HR. Abu Daud)
B. Boleh Menikah dan Boleh Berhubungan Suami-istri
Menurut madzhab Syafi'i boleh menikah dan boleh berhubungan suami-istri sebagaimana keterangan dalam kitab Futuhat al-Wahhab karya Sulaiman al Jamal.
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN PRIA LAIN (BUKAN AYAH BIOLOGISNYA)
Ada dua pendapat:
Pertama, status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).
Kedua, menurut madzhab Hanafi, anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.
PERTANYAAN 2: MENGHAMILI PACAR STATUS PERNIKAHAN DAN STATUS ANAK
Setelah berzina dengan pacar, saya menikahinya setelah tahu dia hamil. Apakah saya harus mengulangi pernikahan? Dan apakah anak saya disebut anak haram?
PERTANYAAN
assalamu'alaikum warohmatullah hiwaba rokatuh
sebelum saya ingin meminta tolong kepada sdr yang lebih tahu tentang hukum-hukum islam
saya ingin bertanya
1. saya telah menikahi kekasih saya, karena kekasih saya telah mengandung janin saya diluar nikah
apakah saya harus menikahinya kembali dikemudian hari?
2. apakah anak yang lahir dinamakan anak haram?
3.mohon maaf sebelumnya, dan tolong saya minta penjelasan karena pada saat saya menikahinya kadungannya berumur 6 bulan.
4. ada saudara ipar saya yang mengatakan kalau anak tersebut adalah anak haram
dan saya diminta untuk menikahi istri saya kembali, dengan alasan kalau saya tidak menikahinya kembali maka anak kami yang seterusnya / anak kedua dan seterusnya akan menjadi anak haram
apakah kata2 tersebut dibenarkan didalam islam?
karena saudara ipar saya tersebut mengaku telah mengetahui tentang islam
mohon balasan saudara supaya diantara kami tidak ada perselisihan
maaf 1 lagi pertanyaan yang mungkin membuat saya selalu bertanya2
apakah diislam dibenarkan mengatakan anak haram didepan si jabang bayi
( ini anak haram, kamu harus nikahi istri kamu lagi biar anak yang haram 1 aja )
apakah itu ada diajaran islam?
:'( saya selalu ingin menangis disaat saya teringat kata2 itu saudara
terima kasih
JAWABAN
1. Pernikahan anda sah dan tidak perlu mengulangi. Namun demikian, tidak apa-apa kalau Anda hendak memperbarui nikah (tajDidun nikah) dengan tujuan untuk menenangkan Anda dan orang-orang di sekitar Anda.
2. Karena pernikahan sah, maka status anak juga anak juga sah baik yang pertama maupun yang seterusnya.
3. Kalau saat menikah usia kandungan sudah 6 bulan, maka suami perlu kiranya berikrar bahwa anak dalam kandungan adalah anaknya.
4. Tidak ada istilah anak haram dalam Islam. Yang ada: anak zina. Yaitu anak yang terlahir di luar tali pernikahan.
================
PERTANYAAN 3: MENIKAHI PACAR HAMIL 6 BULAN HARUSKAH MENGULANG DAN SATUS ANAK
PERTANYAAN
assalamualaikum.
saya adue (bukan nama sebenarnya) 23 th, jakarta.
saya telah melakukan zina dengan pacar saya sampai dia hamil.
lalu saat usia kehamilanya sekitar 6 bulan, saya menikahinya secara sah di kantor urusan agama jakarta barat.
saya ingin mengajukan pertanyaan .
apakah saya harus menikahi ulang isteri saya setelah anak saya lahir??
bagaimana status anak saya??
banyak pendapat orang disekitar saya yang menyarankan bahwa saya harus menikah ulang. apa itu memang perlu??
JAWABAN
1. Tidak perlu diulang kalau memang wanita menikah dengan lelaki yang menghamilinya.
2. Status anak juga sah sebagai anak Anda. Anda berhak menjadi wali nikahnya kalau dia perempuan.
=====================
PERTANYAAN 4: DIHAMILI PACARA DAN DITINGGAL PERGI
Dihamili pacar, tapi dia tidak mau bertanggung jawab. Tidak mau menikahi saya. Bagaimana status saya dan anak dalam kandungan saya?
PERTANYAAN
Assalamualaikum warohmatullahi wabarrokatuh....
Dengan linangan air mata dan rasa malu yang tak terhingga saya menulis surat ini....sebab saya gak tahu mesti berbuat apa2 lagi...
masalah saya sangat berat,,saya merasa seolah hidup saya akan berakhir...
kronologinya seperti ini
tahun lalu saya dikenalkan oleh teman kuliah dengan seorang lelaki,,saya kuliah dimakassar tadz,,anak rantaulah....sejak pertemuan awal dia telah mengutarakan niatnya tuk menikah dan saya menyambut baik,,,maksud tersebut saya kemukakan kepada kedua ortu namun saat itu ortu belum merespon karena jarak yang jauh,kami beda provinsi....saya disulawesi tenggara dan dia disulawesi barat. singkat cerita,akhirnya ia secara resmi mengutarakan maksudnya datang kerumah saya mengutarakan maksudnya pada kedua orang tua saya...namun orang tua saya memberika syarat boleh menikahi saya asalkan tinggal menetap di daerah saya. ia pulang membicarakan hal tersebut kepada ibunya dan ibunya tidak bisa melepas ia kedaerah lain. akhirnya tidak ada pihak yang mengalah...kami tetap berhubungan sambil berusaha membujuk orang tua kami masing2....dan kedua kalinya ia kembali datang kerumah saya lagi dan tetap ditolak karena tidak mampu memenuhi syarat orang tua saya...dan meminta agar hubungan kami disudahi....
kami tetap menjalin hubungan setelah itu,,hingga akhirnya kami khilaf dan saya kehilangan kesucian saya ustadz...menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu orang tua saya mengenai kondisi saya,,,tiba2 datang kabar darinya kalau ia sudah dijodohkan oleh ibunya dengan wanita lain karena kecewa dengan penolakan keluarga saya,,dan ia tidak dapat berbuat apa2 hanya bisa menerima karena tidak mau melihat ibunya menangis. saya kemudian memberanikan diri bersama orang tua saya yang telah mengetahui kondisi saya ke kampungnya....namun malang nasib saya,,ia sdh tdk bs merubah keputusannya sebab ingin berbakti pada ibunya,,ibu dan keluarga besarnya bahkan keluarga perempuan yg hendak dilamar tersebut pun mengetahui kondisi saya akan tetapi tetap melanjutkan renvcana pelamaran tanpa memperdulikan keadaan saya ustadz... akhirnya,,saya mengambil keputusan yang penting saya dinikahi untuk mempertanggung jawabkan diri saya dimata Allah dan status saya jelas,,lalu saya bersedia diceraikan olehnya....setelah itu silahkan ia melanjutkan pernikahannya.
namun, permintaan saya tersebutpun tidak digubris olehnya dan keluarganya..akhirnya keluarga saya mengancam akan memperkarakan hal ini jika menikahi wanita lain sebelum menunaikan kewajibannya pada saya...
akhirnya lamarannya sementara ditunda,,...dan masalah ini tlah menggantung hingga sebulan lamanya tanpa itikad baik dari pihaknya....karena baginya tidak akan menikahi saya tanpa ridha ibunya...meskipun dia telah menodai saya.
1. ustadz,,,apa yang mesti saya lakukan??? apakah saya berhenti saja memperjuangkan status saya dan mengikhlaskan semuanya menerima diri saya seperti ini..krena mengharapkan dia akan bertanggung jawab sudah mustahil rasanya..
2. bagaimana posisi saya dlm agama tadz,,,sebab yang saya ketahui orang lain telah haram menikahi wanita yang pernah bersinah seperti saya..
3. apakah telah benar keputusan saya meminta dinikahi kemudia diceraikan karena hidup bersama dengannya seterusnya sudah tak ada harapan karena keluarga besarnya sudah benci dengan saya....
JAWABAN
Ya, kalau pacar dan orang tuanya tidak mau diajak menikah, memang tidak perlu dipaksa. Saat Anda melakukan perbuatan zina, tentu Anda sadar dengan resiko terburuk ini.
Anda seorang yang berdosa besar karena telah berzina. Yang harus dilakukan adalah
(a) bertaubat, memohon ampun pada Allah dan berjanji padaNya tidak akan mengulangi lagi apapun yg terjadi. InsyaAllah Dia akan mengampuni. Allah maha pengampun.
(b) Mencari lelaki lain yang barangkali mau menikahi Anda minimal untuk sementara untuk menutupi aib tersebut sampai si anak lahir. Tentang status hukumnya, lihat uraian kami di link berikut:
1. Status Anak Zina (di atas)
2. Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak (di atas)
Nasi sudah jadi bubur. Yang terpenting, belajar dari kesalahan. Jangan sampai itu (perbuatan zina) terjadi lagi pada Anda, pada saudara2 Anda dan pada anak cucu Anda nantinya dengan cara menjauhi hubungan pertemanan antarlawan jenis kecuali setelah menikah.
=======
Ketiga, ibu biologis anak menikah dengan pria lain (bukan dengan ayah biologis anak). Maka, wali nikahnya adalah wali hakim (pegawai KUA).
============
Keteran gan
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN PRIA LAIN (BUKAN AYAH BIOLOGISNYA)
Ada dua pendapat:
Pertama, status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).
Kedua, menurut madzhab Hanafi, anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.
Hukum boleh tidaknya menurut syariah Islam menikah dengan Wanita/perempuan yang statusnya belum menikah tapi sudah tidak perawan lagi alias pernah berzina atau atau pernah jadi perempuan nakal baik komersil atau pergaulan bebas.
PERTANYAAN
Assalamualaikum Wr.Wb
Izinkan saya berkonsultasi, Sebelumnya perkenalkan nama saya Iwan (bukan nama sebenarnya-red), saya ingin bertanya apakah hukum dalam agama islam menikah dengan wanita yang pernah berzina atau sudah tidak perawan lagi, akibat pergaulan bebas.?
Jadi begini ceritanya, saya baru menjalin hubungan dengan seorang wanita sekitar 3 bulan dan saya berniat untuk menikahinya.karena saya ingin serius. Cuma yang jadi masalah adalah dia pernah cerita kalau kehidupannya dulu rusak banget akibat pergaulan yang kelewat batas, dia pernah melakukan hubungan seks dengan 3 mantan pacarnya dulu.. dan itu sering dilakukannya dengan mantan pacarnya terdahulu ketika masih berpacaran..
Menurut agama Apakah boleh saya menikah dengan wanita yang sudah pernah berzina tersebut. Dan apa yang harus saya lakukan…saya bingung.. dan pada tanggal 7 januari nanti orang tuanya mengundang orang tua saya untuk datang?
JAWABAN
HUKUM MENIKAHI WANITA YANG PERNAH BERZINA
Ada dua pendapat dalam hal ini.
1. Haram, kecuali setelah bertobat. Maka, menikahi wanita pezina yang sudah bertobat hukumnya boleh
Haramnya menikahi perempuan atau lelaki pezina itu berdasarkan pada dzahir dan keumuman firman Allah dalam QS An Nur 24:3
الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك علي المؤمنين
Artinya: Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin.
2. Boleh dan sah nikahnya. Ini pendapat Imam Syafi'i dalam kitab Al Umm
Imam Syafi'i berbeda pendapat dalam menafsiri surat An Nur 24:13 di atas. Menurut Syafi'i, ayat di atas memiliki konteks khusus. Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa ayat di atas sudah di-naskh (diganti) oleh ayat lain.
Pendapat Syafi'i ini diperkuat dengan sebuah hadits di mana salah seorang mengeluh pada Nabi karena istrinya genit (baca, suka selingkuh). Nabi menjawab, "Ceraikan." Orang itu berkata, "Tapi saya masih mencintainya." Jawab Nabi, "Kalau begitu, jangan cerai dia." Kata Syafi'i, seandainya haram menikahi wanita pezina, niscaya Sahabat tadi akan disuruh menceraikan istrinya yang selingkuh itu.
Teks asli hadits tersebut demikian:
أتى رجل إلى رسول الله [ ص: 13 ] صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن لي امرأة لا ترد يد لامس فقال النبي صلى الله عليه وسلم فطلقها قال إني أحبها قال فأمسكها إذا
Pendapat Syafi'i disetujui oleh Al Bishri dalam Al Hawi al-Kabir[2]
Dalam Al-Majmuk, Imam Nawawi mengatakan
(فرع) وإن زنى رجل بزوجة رجل لم ينفسخ نكاحها، وبه قال عامة العلماء ، وقال على بن أبى طالب: ينفسخ نكاحها وبه قال الحسن البصري.
دليلنا حديث ابن عباس في الرجل الذى قال للنبى صلى الله عليه وسلم: إن امرأتي لا ترد يد لامس)
Artinya: Apabila seorang lelaki berzina dengan istri orang lain, maka nikah perempuan itu tidak rusak (tidak batal). Ini pendapat kebanyakan ulama. Ali bin Abi Talib berkata: nikahnya rusak (batal) pendapat ini diikuti Al-Hasan Al-Bishri. Dalil kita adalah hadits Ibnu Abbas di mana seorang laki-laki yang istrinya berzina diberi pilihan oleh Nabi untuk mentalak atau tidak.
KESIMPULAN
Hukum menikahi wanita yang pernah berzina adalah sah dan boleh. Asalkan wanita itu sudah bertaubat. Namun, Rasulullah mengingatkan bahwa menikah bukan hanya persoalan hukum atau chnta saja. Menikah hendaknya bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah (tenang, harmonis dan penuh sayang) serta untuk membentuk keturunan generasi muda muslim yang salih dan berkualitas.
Untuk itu, dalam sebuah hadits yang lain, Nabi menyerukan seorang muslim atau muslimah agar dalam menikahi seseorang hendaknya menjadikan kesalihan sebagai faktor pertimbangan prioritas. Bukan karena faktor kecantikan atau kekayaan.[3]
SUMBER RUJUKAN:
[1] علي بن أحمد بن سعيد بن حزم dalam kitab المحلى بالآثار mengatakan:
مسألة : ولا يحل للزانية أن تنكح أحدا ، لا زانيا ولا عفيفا حتى تتوب ، فإذا تابت حل لها الزواج من عفيف حينئذ .
ولا يحل للزاني المسلم أن يتزوج مسلمة لا زانية ولا عفيفة حتى يتوب ، فإذا تاب حل له نكاح العفيفة المسلمة حينئذ .
[2] Lihat Al Umm jilid V, bab نكاح المحدثين. Pendapat ini disetujui oleh Abul Hasan Al Bishri (أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري) dalam Al Hawi al-Kabir (الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي)
[3] Teks Arab hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim adalah sebagai berikut:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها ، فاظفر بذات الدين تربت يداك
Artinya: Wanita dinikahi karena (salah satu dari) empat faktor: hartanya, status sosialnya, cantinya, agamanya. Maka carilah perempuan salihah, niscaya kamu akan beruntung.
======
Ayah biologis Anda yang menikahi ibu Anda pada saat kehamilan usia 5 bulan berhak menjadi wali nikah Anda. KHI (Kompilasi Hukum Islam) Bab VIII pasal 53 ayat (3) menyatakan "Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir."
“BAB VIII KAWIN HAMIL (undang-undang perkawinan KUA)
Pasal 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Pasal 54
(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah.
Itu artinya status perkawinan ayah & ibu Anda sah. Dan status anak juga sah
Jadi, status Anda sama dengan status anak-anak yang lain. Karena itu, tidak ada masalah dengan pernikahan Anda dengan ayah kandung Anda sebagai wali.
Jadi, status Anda sama dengan status anak-anak yang lain. Karena itu, tidak ada masalah dengan pernikahan Anda dengan ayah kandung Anda sebagai wali.
***
PENDAPAT MADZHAB 4 (EMPAT) TENTANG WANITA HAMIL ZINA
Berikut pandangan mayoritas ulama dari keempat madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
Pendapat Pertama: Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita hamil zina baik oleh lelaki yang menzinahinya atau oleh pria yang lain kecuali setelah melahirkan anak zina tersebut.
Alasannya adalah hadits sahih riwayat Abu Daud dan Hakim yang menyatakan: لا توطأ حامل حتى تضع (Artinya: Wanita hamil zina tidak boleh di-jimak (dinikah) sampai melahirkan). Dan juga karena hadits riwayat Ibnul Musayyib yang berbunyi:
أن رجلاً تزوج امرأة، فلما أصابها وجدها حبلى، فرفع ذلك إلى النبي صلى الله عليه وسلم، ففرق بينهما
Artinya: Seorang laki-laki menikahi seorang perempuan. Ternyata dia hamil. Saat dilaporkan kejadian itu pada Nabi, beliau memisah keduanya.
Pendapat Kedua: Madzhab Syafi'i dan Hanafi berpendapat bahwa boleh menikahi wanita zina yang hamil karena tidak ada keharaman/kehormatan pada hubungan perzinahan dengan argumen tidak adanya hubungan nasab (kekerabatan) karena sabda Nabi riwayat Bukhari Muslim: الولد للفراش وللعاهر الحجر
Namun apabila wanita hamil zina itu menikah dengan lelaki lain (bukan yang menzinahinya), maka boleh menikah tapi tidak boleh berhubungan intim sampai melahirkan anak hasil zina tersebut. Berdasarkan pada hadits hasan riwayat Tirmidzi:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسق ماءه زرع غيره
Artinya: Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya tidak menyiramkan airnya pada tanaman orang lain.
Apalagi wanita hamil itu menikah dengan pria yang menghamili, maka pria itu boleh berhubungan intim dengannya saat masih hamil. Demikian pendapat madzhab Hanafi dan Syafi'i.
Perlu dicatat, bahwa kebolehan menikahi wanita hamil menurut pendapat kedua tersebut apabila wanita tersebut bertaubat. Apabila tidak, maka tidak boleh berdasarkan pada QS An-Nur :3
الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Walaupun menurut pendapat kedua boleh menikahi wanita hamil, tapi status anak tetap bukan anaknya. Apabila mengikuti pendapat ini, maka wali nikah anak zina adalah wali hakim.
semoga makalah kajian ini menjadi bahan pembelajaran bersama, dan untuk itu mohon koreksi membangun kekurangan dari makalah catatan ruuwet dan njlimet ini,sekali lagi mohon melengkapi kekuarangan dan bukan membalik menjadi ruwet karna bab ini memang cukup suuuwet brow... hehhehe. . .,
kebetulan bab ini beberapa kali masuk inbok kami dan demukian adanya perihal bab status anak hasil luar nikah, khususnya yg perempuan.
baiklah kita mulai saja...
Siapa yang menjadi wali nikah atas perkawinan seorang perempuan yang berasal dari perzinahan tapi ibu dan bapaknya menikah saat kandugan berusia 5 bulan? Apakah wali hakim atau ayah sendiri?
PERTANYAAN
asasalamualaikum pak ,
perkenalkan nama saya psp, dalam waktu dekat ini saya mempunyai rencana menikah. Yang menjadi ganjalan
dalam hati saya adalah persoalan orang tua saya. Sekedar info ustad, saya adalah anak dari MBA (Married By Accident).
Yang saya ingin tanyakan adalah siapa yang berhak untuk menikahkan saya? Ayah kandung saya ataukah Wali Hakim?
Selain itu apa saja akibat hukumnya dalam islam akibat anak di luar nikah ini? Ayah dan ibu saya sudah menikah pada usia kandungannya memasuki 5 bulan, bagaimana kejelasan statusnya pak ustad?
Terima kasih atas penjelasannya
Wassalam,
JAWABAN
Ada dua 3 (tiga) tipe anak hasil zina atau yang lahir dari hubungan seks di luar nikah.
Pertama, kedua orang tua biologis anak tidak menikah selama anak hamil. Maka anak ini statusnya disebut anak zina. Kalau perempuan, yang jadi wali nikahnya adalah wali hakim (KUA untuk Indonesia).
=====
keterangan
Hukum status anak zina. Dan apabila ia anak perempuan, siapa yang menjadi wali nikahnya kelak? Kalau diangkat anak apakah orang tua angkatnya boleh menjadi wali?
PERTANYAAN
langsung saja,
Contoh kasus :
jika A (perempuan) dan B (pria) melakukan zina dan menghasilkan benih (anak) tetapi si B tidak mau bertanggung jawab selaku ayah biologisnya
dan si anak lahir tampa pernikahan.
Pertanyaan saya,
1. bagaimna sttus dari anak tersebut ?
2. Jika saudara perempuan dari si A belum menikah mau mengambil anak itu dan menjadikannya ank,
apakh status anak bisa menjadi sah sebagai anak dari saudaranya itu disaat saudaranya itu menikah dan suami dari saudara perempuannya itu bisa menjadi wali (anak) ?
mohon penjelasannya
Pertanyaan dari AA dikirim melalui email alkhoirot@gmail.com dan info@alkhoirot.com
JAWABAN
1. Anak zina per-walian-nya dihubungkan pada ibunya. Karena ayah biologisnya bukanlah ayah yang sah menurut Islam.[1] Dan karena perempuan tidak boleh menjadi wali nikah, maka wali hakim--pejabat KUA--yang akan menjadi wali saat pernikahan anak tersebut kelak.[2]
2. Mengangkat anak dibolehkan. Tapi status perwalian tetap pada orang tua yang asli. Dalam kasus anak zina di sini, berarti perwalian tetap pada ibu biologisnya yang dialihkan pada wali hakim (pejabat KUA) karena seorang ibu tidak dapat menjadi wali nikah.[3]
3. Sekedar diketahui bahwa zina adalah salah dosa besar dalam Islam. Ia menduduki posisi kedua setelah pembunuhan.
--------------
CATATAN AKHIR DAN RUJUKAN SUMBER REFERENSI
[1] Berdasarkan hadits sahih:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الحجَرُ
Artinya: Anak itu dinasabkan kepada suami yang sah sedangkan laki-laki yang berzina itu tidak dapat apa-apa (HR Bukhari no 6760 dan Muslim no 1457)
Maksudnya, ayah biologis hubungan perzinaan bukanlah ayah si anak. Dan tidak berhak menjadi wali pernikahannya.
Dalam Islam, anak zina juga tidak berhak mendapat harta warisan dari orang tua angkatnya. Berdasarkan pada hadits:
مَنْ عَهِرَ بِامْرَأةٍ حُرَةِ أو أَمَةِ قَومٍ فَالوَلَدُ وَلَدُ زِنا ، لا يَرِثُ وَلا يُوْرَثُ
Artinya: barangsiapa yang berzina dengan seorang perempuan maka status anaknya adalah anak zina. Dia tidak mewarisi dan tidak menerima warisan (dari ayah biologisnya).
[2] Berdasarkan hadits:
فَالسُّلْطَانُ وَلِىُّ مَنْ لاَ وَلِىَّ لَهُ
Artinya: Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah. (Kitab Al Mustadrok 'alas Sahihain)
Penguasa di sini maksudnya pejabat KUA.
[3] Berdasarkan pada firman Allah
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ *ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
Artinya: Dia (Allah) tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di multumu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) (Al Ahzab 33:5).
Menurut kalangan ahli tafsir, ayat ini turun untuk melarang Nabi dan umat Islam menasabkan anak angkat pada bapak angkatnya yang notabene merupakan tradisi era jahiliyah (era sebelum datangnya Nabi Muhammad). Pendapat ini diperkuat oleh hadits sahih riwayat Bukhari nomor 4800 demikian:
أن أبا حذيفة بن عتبة بن ربيعة بن عبد شمس وكان ممن شهد بدرا مع النبي صلى الله عليه وسلم تبنى سالما وأنكحه بنت أخيه هند بنت الوليد بن عتبة بن ربيعة وهو مولى لامرأة من الأنصار كما تبنى النبي صلى الله عليه وسلم زيدا وكان من تبنى رجلا في الجاهلية دعاه الناس إليه وورث من ميراثه حتى أنزل الله ادعوهم لآبائهم إلى قوله ومواليكم فردوا إلى آبائهم فمن لم يعلم له أب كان مولى وأخا في الدين فجاءت سهلة بنت سهيل بن عمرو القرشي ثم العامري وهي امرأة أبي حذيفة بن عتبة النبي صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله إنا كنا نرى سالما ولدا وقد أنزل الله فيه ما قد علمت فذكر الحديث
Dalam hukum Islam, anak angkat juga tidak berhak atas harta warisan orang tua angkatnya sebagaimana pengertian hadits di atas.
=====
Kedua, kedua orang tua biologis si anak menikah saat anak dalam kandungan. Maka, ayah biologisnya sah menjadi ayah si anak dan berhak menjadi wali nikah
==============
Keterangan pint kedua berlanjut point tiga
Hukum Pernikahan Wanita Hamil zina (di luar nikah/kecelakaan) oleh pria/laki-laki yang menghamilinya dam status anak. Dan hukum perempuan hamil zina tersebut apabila menikah dengan laki-laki lain bukan yang menghamili dan status anak.
- Pernikahan Wanita Hamil Zina
- Pertanyaan 1: Pernikahan Wanita Hamil Luar Nikah dengan Lelaki yang Menghamili
- Status Anak Zina yang Ibunya Menikah dengan Ayah Biologisnya
- Pernikahan Wanita Hamil Zina dengan Lelaki Lain (Bukan yang Menghamili)
- Status Anak Zina yang Ibunya Menikah dengan Lelaki Lain (Bukan Ayah Biologisnya)
- Pertanyaan 2: Menikahi Pacar yang Hamil dan Status Anak
- Pertanyaan 3: Menikahi Pacar Hamil 6 Bulan Status Perkawinan dan Anak
- Pertanyaan 4: Dihamili Pacar dan Ditinggal Pergi
PERTANYAAN
Jika ada kasus seperti ini: A (pria) dan B (perempuan) menikah dalam keadaan B hamil duluan (A adalah ayah biologis dari anak yg dikandung). Kemudian lahirlah C (laki-laki). Setelah B melahirkan, A dan B tdk mengulang pernikahan lagi. Beberapa tahun kemudian, lahirlah D (perempuan),A juga merupakan ayah kandung D. Sdtelah belasan tahun kemudian A dan B bercerai. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah A boleh menjadi wali nikah bagi D? Jika tidak, siapakah yg boleh menjadi wali nikah bagi D agar pernikahan D menjadi sah sesuai syariat Agama Islam?
Sekian. Terima kasih.
PERNIKAHAN WANITA HAMIL KARENA ZINA
Ada dua macam wanita hamil. Hamil oleh suami dan hamil karena berzina. Wanita yang hamil oleh suaminya, kemudian dia bercerai, maka tidak boleh menikah dengan lelaki lain kecuali setelah melahirkan. Adapun wanita yang hamil karena zina maka menurut sebagian ulama boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan lelaki lain. Ikuti detailnya di bawah.
PERNIKAHAN WANITA HAMIL LUAR NIKAH DENGAN LELAKI YANG MENGHAMILI
Pendapat ulama ahli fiqh mengenai status Pernikahan Pasangan suami istri yang hamil duluan sebelum menikah
A. Pendapat yang membolehkan/mengesahkan pernikahan semacam itu
Madzhab Syafi'i dan Hanafi menganggap sah pernikahan ini tanpa harus menunggu anak zina lahir. Dengan alasan tidak ada keharaman pada anak zina karena tidak ada nasab (keturunan).
Kompilasi Hukum Islam(KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga(3) ayat , yaitu : 1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Keputuasan KHI di atas diperkuat oleh pendapat mayoritas ahli fiqh (jumhur) yang membolehkan menikahi wanita yang dihamilinya. Juga diperkuat oleh beberapa hadits sbb:
i. Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda, "Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." (HR Tabarany dan Daruquthuny).
ii: Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Isteriku ini seorang yang suka berzina." Beliau menjawab, "Ceraikan dia!." "Tapi aku takut memberatkan diriku." "Kalau begitu mut'ahilah dia." (HR Abu Daud dan An-Nasa'i)
iii: Dimasa lalu seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra, "Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Setelah itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), "Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik'. Lalu Ibnu Abbas berkata, "Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka `ku yang menanggungnya." (HR Ibnu Hibban dan Abu Hatim)
iv: Ibnu Umar ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, bolehkan setelah itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, "Ya, bila keduanya bertaubat dan memperbaiki diri."
Kalangan Sahabat Nabi yang membolehkan nikah dalam kasus ini antara lain: Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN AYAH BIOLOGISNYA
Status anak, menurut sebagian ulama, jika anak ini lahir 6 bulan setelah akad nikah--berarti usia kandugan sekitar 3 bulan saat menikah, maka si anak secara otomatis sah dinasabkan pada ayahnya tanpa harus ada ikrar tersendiri. Namun jika si jabang bayi lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan--berarti usia kandungan lebih dari 3 bulan saat menikah, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya.
Kesimpulan: hukum pernikahan A dan B sah dan tidak perlu diulang. Dan status C (anak yang dikandung sebelum menikah) juga sah menjadi anak kandung A baik secara biologis dan syariah. Namun jika si jabang bayi C lahir sebelum bulan keenam setelah pernikahan, maka ayahnya dipandang perlu untuk melakukan ikrar, yaitu menyatakan secara tegas bahwa si anak memang benar-benar dari darah dagingnya. A juga boleh menjadi wali dari D (anak kedua) karena berasal dari pernikahan yang sah dengan B.
B. Pendapat yang mengharamkan pernikahan semacam itu
Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra' dan Ibnu Mas'ud termasuk di antara Sahabat yang mengharamkan pria menikahi wanita yang dizinainya. Dan karena itu, mereka tidak menganggap sah pernikahan semacam ini. Ulama madzhab Maliki dan Hanbali juga mengharamkan.
PERNIKAHAN PEREMPUAN HAMIL ZINA DENGAN PRIA LAIN BUKAN YANG MENGHAMILINYA DAN STATUS ANAK
A. Boleh Menikah tapi Tidak Boleh Berhubungan Badan
Menurut madzhab Hanafi, boleh menikah tapi tidak boleh ada hubungan badan sampai anak zina tadi lahir seperti keterangan dalam kitab Durr al-Mukhtar karya Haskafi.
Dasar hadits:
1. Tidak boleh berhubungan badan dengan wanita hamil kecuali setelah melahirkan.
2. Seorang lelaki mukmin tidak halal berhubungan badan dengan perempuan hamil. (HR. Abu Daud)
B. Boleh Menikah dan Boleh Berhubungan Suami-istri
Menurut madzhab Syafi'i boleh menikah dan boleh berhubungan suami-istri sebagaimana keterangan dalam kitab Futuhat al-Wahhab karya Sulaiman al Jamal.
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN PRIA LAIN (BUKAN AYAH BIOLOGISNYA)
Ada dua pendapat:
Pertama, status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).
Kedua, menurut madzhab Hanafi, anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.
PERTANYAAN 2: MENGHAMILI PACAR STATUS PERNIKAHAN DAN STATUS ANAK
Setelah berzina dengan pacar, saya menikahinya setelah tahu dia hamil. Apakah saya harus mengulangi pernikahan? Dan apakah anak saya disebut anak haram?
PERTANYAAN
assalamu'alaikum warohmatullah hiwaba rokatuh
sebelum saya ingin meminta tolong kepada sdr yang lebih tahu tentang hukum-hukum islam
saya ingin bertanya
1. saya telah menikahi kekasih saya, karena kekasih saya telah mengandung janin saya diluar nikah
apakah saya harus menikahinya kembali dikemudian hari?
2. apakah anak yang lahir dinamakan anak haram?
3.mohon maaf sebelumnya, dan tolong saya minta penjelasan karena pada saat saya menikahinya kadungannya berumur 6 bulan.
4. ada saudara ipar saya yang mengatakan kalau anak tersebut adalah anak haram
dan saya diminta untuk menikahi istri saya kembali, dengan alasan kalau saya tidak menikahinya kembali maka anak kami yang seterusnya / anak kedua dan seterusnya akan menjadi anak haram
apakah kata2 tersebut dibenarkan didalam islam?
karena saudara ipar saya tersebut mengaku telah mengetahui tentang islam
mohon balasan saudara supaya diantara kami tidak ada perselisihan
maaf 1 lagi pertanyaan yang mungkin membuat saya selalu bertanya2
apakah diislam dibenarkan mengatakan anak haram didepan si jabang bayi
( ini anak haram, kamu harus nikahi istri kamu lagi biar anak yang haram 1 aja )
apakah itu ada diajaran islam?
:'( saya selalu ingin menangis disaat saya teringat kata2 itu saudara
terima kasih
JAWABAN
1. Pernikahan anda sah dan tidak perlu mengulangi. Namun demikian, tidak apa-apa kalau Anda hendak memperbarui nikah (tajDidun nikah) dengan tujuan untuk menenangkan Anda dan orang-orang di sekitar Anda.
2. Karena pernikahan sah, maka status anak juga anak juga sah baik yang pertama maupun yang seterusnya.
3. Kalau saat menikah usia kandungan sudah 6 bulan, maka suami perlu kiranya berikrar bahwa anak dalam kandungan adalah anaknya.
4. Tidak ada istilah anak haram dalam Islam. Yang ada: anak zina. Yaitu anak yang terlahir di luar tali pernikahan.
================
PERTANYAAN 3: MENIKAHI PACAR HAMIL 6 BULAN HARUSKAH MENGULANG DAN SATUS ANAK
PERTANYAAN
assalamualaikum.
saya adue (bukan nama sebenarnya) 23 th, jakarta.
saya telah melakukan zina dengan pacar saya sampai dia hamil.
lalu saat usia kehamilanya sekitar 6 bulan, saya menikahinya secara sah di kantor urusan agama jakarta barat.
saya ingin mengajukan pertanyaan .
apakah saya harus menikahi ulang isteri saya setelah anak saya lahir??
bagaimana status anak saya??
banyak pendapat orang disekitar saya yang menyarankan bahwa saya harus menikah ulang. apa itu memang perlu??
JAWABAN
1. Tidak perlu diulang kalau memang wanita menikah dengan lelaki yang menghamilinya.
2. Status anak juga sah sebagai anak Anda. Anda berhak menjadi wali nikahnya kalau dia perempuan.
=====================
PERTANYAAN 4: DIHAMILI PACARA DAN DITINGGAL PERGI
Dihamili pacar, tapi dia tidak mau bertanggung jawab. Tidak mau menikahi saya. Bagaimana status saya dan anak dalam kandungan saya?
PERTANYAAN
Assalamualaikum warohmatullahi wabarrokatuh....
Dengan linangan air mata dan rasa malu yang tak terhingga saya menulis surat ini....sebab saya gak tahu mesti berbuat apa2 lagi...
masalah saya sangat berat,,saya merasa seolah hidup saya akan berakhir...
kronologinya seperti ini
tahun lalu saya dikenalkan oleh teman kuliah dengan seorang lelaki,,saya kuliah dimakassar tadz,,anak rantaulah....sejak pertemuan awal dia telah mengutarakan niatnya tuk menikah dan saya menyambut baik,,,maksud tersebut saya kemukakan kepada kedua ortu namun saat itu ortu belum merespon karena jarak yang jauh,kami beda provinsi....saya disulawesi tenggara dan dia disulawesi barat. singkat cerita,akhirnya ia secara resmi mengutarakan maksudnya datang kerumah saya mengutarakan maksudnya pada kedua orang tua saya...namun orang tua saya memberika syarat boleh menikahi saya asalkan tinggal menetap di daerah saya. ia pulang membicarakan hal tersebut kepada ibunya dan ibunya tidak bisa melepas ia kedaerah lain. akhirnya tidak ada pihak yang mengalah...kami tetap berhubungan sambil berusaha membujuk orang tua kami masing2....dan kedua kalinya ia kembali datang kerumah saya lagi dan tetap ditolak karena tidak mampu memenuhi syarat orang tua saya...dan meminta agar hubungan kami disudahi....
kami tetap menjalin hubungan setelah itu,,hingga akhirnya kami khilaf dan saya kehilangan kesucian saya ustadz...menunggu waktu yang tepat untuk memberitahu orang tua saya mengenai kondisi saya,,,tiba2 datang kabar darinya kalau ia sudah dijodohkan oleh ibunya dengan wanita lain karena kecewa dengan penolakan keluarga saya,,dan ia tidak dapat berbuat apa2 hanya bisa menerima karena tidak mau melihat ibunya menangis. saya kemudian memberanikan diri bersama orang tua saya yang telah mengetahui kondisi saya ke kampungnya....namun malang nasib saya,,ia sdh tdk bs merubah keputusannya sebab ingin berbakti pada ibunya,,ibu dan keluarga besarnya bahkan keluarga perempuan yg hendak dilamar tersebut pun mengetahui kondisi saya akan tetapi tetap melanjutkan renvcana pelamaran tanpa memperdulikan keadaan saya ustadz... akhirnya,,saya mengambil keputusan yang penting saya dinikahi untuk mempertanggung jawabkan diri saya dimata Allah dan status saya jelas,,lalu saya bersedia diceraikan olehnya....setelah itu silahkan ia melanjutkan pernikahannya.
namun, permintaan saya tersebutpun tidak digubris olehnya dan keluarganya..akhirnya keluarga saya mengancam akan memperkarakan hal ini jika menikahi wanita lain sebelum menunaikan kewajibannya pada saya...
akhirnya lamarannya sementara ditunda,,...dan masalah ini tlah menggantung hingga sebulan lamanya tanpa itikad baik dari pihaknya....karena baginya tidak akan menikahi saya tanpa ridha ibunya...meskipun dia telah menodai saya.
1. ustadz,,,apa yang mesti saya lakukan??? apakah saya berhenti saja memperjuangkan status saya dan mengikhlaskan semuanya menerima diri saya seperti ini..krena mengharapkan dia akan bertanggung jawab sudah mustahil rasanya..
2. bagaimana posisi saya dlm agama tadz,,,sebab yang saya ketahui orang lain telah haram menikahi wanita yang pernah bersinah seperti saya..
3. apakah telah benar keputusan saya meminta dinikahi kemudia diceraikan karena hidup bersama dengannya seterusnya sudah tak ada harapan karena keluarga besarnya sudah benci dengan saya....
JAWABAN
Ya, kalau pacar dan orang tuanya tidak mau diajak menikah, memang tidak perlu dipaksa. Saat Anda melakukan perbuatan zina, tentu Anda sadar dengan resiko terburuk ini.
Anda seorang yang berdosa besar karena telah berzina. Yang harus dilakukan adalah
(a) bertaubat, memohon ampun pada Allah dan berjanji padaNya tidak akan mengulangi lagi apapun yg terjadi. InsyaAllah Dia akan mengampuni. Allah maha pengampun.
(b) Mencari lelaki lain yang barangkali mau menikahi Anda minimal untuk sementara untuk menutupi aib tersebut sampai si anak lahir. Tentang status hukumnya, lihat uraian kami di link berikut:
1. Status Anak Zina (di atas)
2. Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak (di atas)
Nasi sudah jadi bubur. Yang terpenting, belajar dari kesalahan. Jangan sampai itu (perbuatan zina) terjadi lagi pada Anda, pada saudara2 Anda dan pada anak cucu Anda nantinya dengan cara menjauhi hubungan pertemanan antarlawan jenis kecuali setelah menikah.
=======
Ketiga, ibu biologis anak menikah dengan pria lain (bukan dengan ayah biologis anak). Maka, wali nikahnya adalah wali hakim (pegawai KUA).
============
Keteran gan
STATUS ANAK ZINA YANG IBUNYA MENIKAH DENGAN PRIA LAIN (BUKAN AYAH BIOLOGISNYA)
Ada dua pendapat:
Pertama, status anak yang dilahirkan tetap sebagai anak zina. Dan karena itu dinasabkan pada ibunya. Bukan pada pria yang menikahi ibunya karena faktanya ia bukan ayah biologisnya. Apabila anak tadi terlahir perempuan, maka yang menjadi walinya adalah wali hakim atau pejabat KUA (Kantor Urusan Agama).
Kedua, menurut madzhab Hanafi, anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut.
Hukum boleh tidaknya menurut syariah Islam menikah dengan Wanita/perempuan yang statusnya belum menikah tapi sudah tidak perawan lagi alias pernah berzina atau atau pernah jadi perempuan nakal baik komersil atau pergaulan bebas.
PERTANYAAN
Assalamualaikum Wr.Wb
Izinkan saya berkonsultasi, Sebelumnya perkenalkan nama saya Iwan (bukan nama sebenarnya-red), saya ingin bertanya apakah hukum dalam agama islam menikah dengan wanita yang pernah berzina atau sudah tidak perawan lagi, akibat pergaulan bebas.?
Jadi begini ceritanya, saya baru menjalin hubungan dengan seorang wanita sekitar 3 bulan dan saya berniat untuk menikahinya.karena saya ingin serius. Cuma yang jadi masalah adalah dia pernah cerita kalau kehidupannya dulu rusak banget akibat pergaulan yang kelewat batas, dia pernah melakukan hubungan seks dengan 3 mantan pacarnya dulu.. dan itu sering dilakukannya dengan mantan pacarnya terdahulu ketika masih berpacaran..
Menurut agama Apakah boleh saya menikah dengan wanita yang sudah pernah berzina tersebut. Dan apa yang harus saya lakukan…saya bingung.. dan pada tanggal 7 januari nanti orang tuanya mengundang orang tua saya untuk datang?
JAWABAN
HUKUM MENIKAHI WANITA YANG PERNAH BERZINA
Ada dua pendapat dalam hal ini.
1. Haram, kecuali setelah bertobat. Maka, menikahi wanita pezina yang sudah bertobat hukumnya boleh
Haramnya menikahi perempuan atau lelaki pezina itu berdasarkan pada dzahir dan keumuman firman Allah dalam QS An Nur 24:3
الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك علي المؤمنين
Artinya: Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin.
2. Boleh dan sah nikahnya. Ini pendapat Imam Syafi'i dalam kitab Al Umm
Imam Syafi'i berbeda pendapat dalam menafsiri surat An Nur 24:13 di atas. Menurut Syafi'i, ayat di atas memiliki konteks khusus. Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa ayat di atas sudah di-naskh (diganti) oleh ayat lain.
Pendapat Syafi'i ini diperkuat dengan sebuah hadits di mana salah seorang mengeluh pada Nabi karena istrinya genit (baca, suka selingkuh). Nabi menjawab, "Ceraikan." Orang itu berkata, "Tapi saya masih mencintainya." Jawab Nabi, "Kalau begitu, jangan cerai dia." Kata Syafi'i, seandainya haram menikahi wanita pezina, niscaya Sahabat tadi akan disuruh menceraikan istrinya yang selingkuh itu.
Teks asli hadits tersebut demikian:
أتى رجل إلى رسول الله [ ص: 13 ] صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن لي امرأة لا ترد يد لامس فقال النبي صلى الله عليه وسلم فطلقها قال إني أحبها قال فأمسكها إذا
Pendapat Syafi'i disetujui oleh Al Bishri dalam Al Hawi al-Kabir[2]
Dalam Al-Majmuk, Imam Nawawi mengatakan
(فرع) وإن زنى رجل بزوجة رجل لم ينفسخ نكاحها، وبه قال عامة العلماء ، وقال على بن أبى طالب: ينفسخ نكاحها وبه قال الحسن البصري.
دليلنا حديث ابن عباس في الرجل الذى قال للنبى صلى الله عليه وسلم: إن امرأتي لا ترد يد لامس)
Artinya: Apabila seorang lelaki berzina dengan istri orang lain, maka nikah perempuan itu tidak rusak (tidak batal). Ini pendapat kebanyakan ulama. Ali bin Abi Talib berkata: nikahnya rusak (batal) pendapat ini diikuti Al-Hasan Al-Bishri. Dalil kita adalah hadits Ibnu Abbas di mana seorang laki-laki yang istrinya berzina diberi pilihan oleh Nabi untuk mentalak atau tidak.
KESIMPULAN
Hukum menikahi wanita yang pernah berzina adalah sah dan boleh. Asalkan wanita itu sudah bertaubat. Namun, Rasulullah mengingatkan bahwa menikah bukan hanya persoalan hukum atau chnta saja. Menikah hendaknya bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah (tenang, harmonis dan penuh sayang) serta untuk membentuk keturunan generasi muda muslim yang salih dan berkualitas.
Untuk itu, dalam sebuah hadits yang lain, Nabi menyerukan seorang muslim atau muslimah agar dalam menikahi seseorang hendaknya menjadikan kesalihan sebagai faktor pertimbangan prioritas. Bukan karena faktor kecantikan atau kekayaan.[3]
SUMBER RUJUKAN:
[1] علي بن أحمد بن سعيد بن حزم dalam kitab المحلى بالآثار mengatakan:
مسألة : ولا يحل للزانية أن تنكح أحدا ، لا زانيا ولا عفيفا حتى تتوب ، فإذا تابت حل لها الزواج من عفيف حينئذ .
ولا يحل للزاني المسلم أن يتزوج مسلمة لا زانية ولا عفيفة حتى يتوب ، فإذا تاب حل له نكاح العفيفة المسلمة حينئذ .
[2] Lihat Al Umm jilid V, bab نكاح المحدثين. Pendapat ini disetujui oleh Abul Hasan Al Bishri (أبو الحسن علي بن محمد بن حبيب الماوردي البصري) dalam Al Hawi al-Kabir (الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي)
[3] Teks Arab hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim adalah sebagai berikut:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها ، فاظفر بذات الدين تربت يداك
Artinya: Wanita dinikahi karena (salah satu dari) empat faktor: hartanya, status sosialnya, cantinya, agamanya. Maka carilah perempuan salihah, niscaya kamu akan beruntung.
======
Ayah biologis Anda yang menikahi ibu Anda pada saat kehamilan usia 5 bulan berhak menjadi wali nikah Anda. KHI (Kompilasi Hukum Islam) Bab VIII pasal 53 ayat (3) menyatakan "Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir."
“BAB VIII KAWIN HAMIL (undang-undang perkawinan KUA)
Pasal 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Pasal 54
(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih berada dalam ihram perkawinannya tidak sah.
Itu artinya status perkawinan ayah & ibu Anda sah. Dan status anak juga sah
Jadi, status Anda sama dengan status anak-anak yang lain. Karena itu, tidak ada masalah dengan pernikahan Anda dengan ayah kandung Anda sebagai wali.
Jadi, status Anda sama dengan status anak-anak yang lain. Karena itu, tidak ada masalah dengan pernikahan Anda dengan ayah kandung Anda sebagai wali.
***
PENDAPAT MADZHAB 4 (EMPAT) TENTANG WANITA HAMIL ZINA
Berikut pandangan mayoritas ulama dari keempat madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
Pendapat Pertama: Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita hamil zina baik oleh lelaki yang menzinahinya atau oleh pria yang lain kecuali setelah melahirkan anak zina tersebut.
Alasannya adalah hadits sahih riwayat Abu Daud dan Hakim yang menyatakan: لا توطأ حامل حتى تضع (Artinya: Wanita hamil zina tidak boleh di-jimak (dinikah) sampai melahirkan). Dan juga karena hadits riwayat Ibnul Musayyib yang berbunyi:
أن رجلاً تزوج امرأة، فلما أصابها وجدها حبلى، فرفع ذلك إلى النبي صلى الله عليه وسلم، ففرق بينهما
Artinya: Seorang laki-laki menikahi seorang perempuan. Ternyata dia hamil. Saat dilaporkan kejadian itu pada Nabi, beliau memisah keduanya.
Pendapat Kedua: Madzhab Syafi'i dan Hanafi berpendapat bahwa boleh menikahi wanita zina yang hamil karena tidak ada keharaman/kehormatan pada hubungan perzinahan dengan argumen tidak adanya hubungan nasab (kekerabatan) karena sabda Nabi riwayat Bukhari Muslim: الولد للفراش وللعاهر الحجر
Namun apabila wanita hamil zina itu menikah dengan lelaki lain (bukan yang menzinahinya), maka boleh menikah tapi tidak boleh berhubungan intim sampai melahirkan anak hasil zina tersebut. Berdasarkan pada hadits hasan riwayat Tirmidzi:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسق ماءه زرع غيره
Artinya: Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya tidak menyiramkan airnya pada tanaman orang lain.
Apalagi wanita hamil itu menikah dengan pria yang menghamili, maka pria itu boleh berhubungan intim dengannya saat masih hamil. Demikian pendapat madzhab Hanafi dan Syafi'i.
Perlu dicatat, bahwa kebolehan menikahi wanita hamil menurut pendapat kedua tersebut apabila wanita tersebut bertaubat. Apabila tidak, maka tidak boleh berdasarkan pada QS An-Nur :3
الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.
Walaupun menurut pendapat kedua boleh menikahi wanita hamil, tapi status anak tetap bukan anaknya. Apabila mengikuti pendapat ini, maka wali nikah anak zina adalah wali hakim.
Comments
Post a Comment