TENTANG RAMALAN BINTANG
tentang Ramalan BINTANG ••
Pada masa sebelum kehadiran Islam ramalan yang berkembang dan dikenal di kalangan masyarakat ada beberapa macam ;
1. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang mencuri dengar dari suara langit yang kemudian dibisikkan ke tukang ramal.
2. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang bekerja sama dengan manusia dari hal-hal di luar pengetahuan manusia.
3. Ramalan yang dihasilkan dari dugaan dan firasat.
4. Ramalan yang dihasilkan dari eksperimen dan kebiasaan.
5. Ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang.
Dalam masa Pra-Islam para tukang sihir memiliki prediksi ramalan yang lumayan akurat, namun pasca kedatangan Islam, validitas ramalan mereka relatif menurun dan mengalami kekacauan. Hal ini memang ditegaskan dalam aL-Qur’an surat Ash-Shooffaat ayat 10, bahwa setelah Islam datang dan aL-Qur’an diturunkan, langit dijaga oleh para Malaikat dan menjadi zona yang tidak bisa jangkau oleh syaitan.
Sikap Islam terhadap Praktek Ramalan Astrologi (ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang)
Astrologi dikelompokkan menjadi dua bagian :
1. Astrologi Hisaabiyyah ialah ilmu untuk menentukan permulaan bulan melalui teori perhitungan perjalan bintang. Ulama sepakat akan legalitas ilmu ini guna kepentingan penentuan waktu-waktu shalat serta penentuan arah kiblat. Bahkan mayoritas Ulama menyatakan kewajibannya sebagai kewajiban kolektif (fardhu kifaayah).
2. Astrologi Istidlaaliyyah ialah ilmu ramalan peristiwa-peristiwa dibumi yang mengacu pada gerakan angkasa, jenis astrologi yang kedua inilah yang dilarang dalam Islam apabila meyakini bahwa tanda-tanda simbolis angkasa atau zodiac bisa menunjukkan pengetahuan gaib atau bahkan yang mengendalikan nasib dan peristiwa bumi.
Apabila ramalannya didasarkan hanya pada kebiasaan kondisi alam tertentu, dan semuanya tetap dikembalikan pada kehendak dan kekuasaan Allah, seperti prakiraan cuaca, arah angin, musim dan lain-lain maka hukumnya diperbolehkan hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW
إذا نشأت بحرية ثم تشاءمت فتلك عين غديقة
“Ketika laut menguap lalu menyebar maka (itu) pertanda musim hujan”(Syeikh ‘Athiyyah Bulugh al-Maraam 73/3)
Nabi bersabda: Allah berfirman: Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang-orang yang mengatakan: Kami diberi hujan dengan sebab keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya, maka dia telah berman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan: Kami diberikan hujan dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Astrologi Istidlaaliyyah yang dilarang dalam islam lantaran ia merupakan sebuah pengetahuan yang berpotensi menyesatkan jiwa manusia, bahaya yang melekat dalam astrologi dapat menyebabkan manusia dalam kondisi bayang-bayang (ilusi) atau fitnah, sekalipun pada dasarnya ia hanya didasarkan pada pengetahuan simbolis kosmologis. Jika suatu peramalan didukung kebenaran fakta maka jiwa akan terpedaya oleh pengaruhnya dalam ketidaknyataan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah Hadits,
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw ditanya tentang para kahin, lalu beliau menjawab, ‘Mereka tidak bernilai apa-apa!’ Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka terkadang memberitakan sesuatu dengan benar.’ Beliau bersabda, ‘Kalimat yang benar itu berasal dari pencurian jin, lalu jin menyuarakannya di telinga walinya (dukun) seperti suara ayam betina yang berkokok (sehingga menggugah teman-temannya), lalu para setan (yang mendengarnya) mencampurinya dengan seratus kedustaan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih dari itu, Islam mengajarkan untuk berserah diri pada ketentuan nasib (takdir) dan sikap ini sangat penting untuk membebaskan diri dari segala bentuk peramalan. Doktrin Islam tidak mengenal praktek peramalan astrologis karena hal itu secara tidak langsung berarti menghapuskan kedudukan Tuhan dalam kekuasaan pada diri manusia seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran
Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. 27:65).
Wallaahu A'lamu bi As-Shawaabi
(Minah al-Jaliil Syarh Mukhtashar Khaliil 2/113, Wuzaarah al-Auqaaf wa as-Syu"uun al-Islaamiyyah 24/54)
Ilmu at-Tanjiim (perbintangan) itu bermacam-macam :
1. Wajib di pelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui waktu-waktu sholat, arah kiblat dan lain-lain.
2. Sunnah dipelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan petunjuk dalam perjalanan. 3. Makruh dipelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui kapan terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.
3. Haram dipelajari/ di percayai
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang ghaib seperti kesembuhan panyakit, nasib baik, buruk, perjodohan, ekonomi, karier, keberuntungan atau waktu kematian.
===========================
Pada masa sebelum kehadiran Islam ramalan yang berkembang dan dikenal di kalangan masyarakat ada beberapa macam ;
1. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang mencuri dengar dari suara langit yang kemudian dibisikkan ke tukang ramal.
2. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang bekerja sama dengan manusia dari hal-hal di luar pengetahuan manusia.
3. Ramalan yang dihasilkan dari dugaan dan firasat.
4. Ramalan yang dihasilkan dari eksperimen dan kebiasaan.
5. Ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang.
Dalam masa Pra-Islam para tukang sihir memiliki prediksi ramalan yang lumayan akurat, namun pasca kedatangan Islam, validitas ramalan mereka relatif menurun dan mengalami kekacauan. Hal ini memang ditegaskan dalam aL-Qur’an surat Ash-Shooffaat ayat 10, bahwa setelah Islam datang dan aL-Qur’an diturunkan, langit dijaga oleh para Malaikat dan menjadi zona yang tidak bisa jangkau oleh syaitan.
Sikap Islam terhadap Praktek Ramalan Astrologi (ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang)
Astrologi dikelompokkan menjadi dua bagian :
1. Astrologi Hisaabiyyah ialah ilmu untuk menentukan permulaan bulan melalui teori perhitungan perjalan bintang. Ulama sepakat akan legalitas ilmu ini guna kepentingan penentuan waktu-waktu shalat serta penentuan arah kiblat. Bahkan mayoritas Ulama menyatakan kewajibannya sebagai kewajiban kolektif (fardhu kifaayah).
2. Astrologi Istidlaaliyyah ialah ilmu ramalan peristiwa-peristiwa dibumi yang mengacu pada gerakan angkasa, jenis astrologi yang kedua inilah yang dilarang dalam Islam apabila meyakini bahwa tanda-tanda simbolis angkasa atau zodiac bisa menunjukkan pengetahuan gaib atau bahkan yang mengendalikan nasib dan peristiwa bumi.
Apabila ramalannya didasarkan hanya pada kebiasaan kondisi alam tertentu, dan semuanya tetap dikembalikan pada kehendak dan kekuasaan Allah, seperti prakiraan cuaca, arah angin, musim dan lain-lain maka hukumnya diperbolehkan hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW
إذا نشأت بحرية ثم تشاءمت فتلك عين غديقة
“Ketika laut menguap lalu menyebar maka (itu) pertanda musim hujan”(Syeikh ‘Athiyyah Bulugh al-Maraam 73/3)
Nabi bersabda: Allah berfirman: Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang-orang yang mengatakan: Kami diberi hujan dengan sebab keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya, maka dia telah berman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan: Kami diberikan hujan dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Astrologi Istidlaaliyyah yang dilarang dalam islam lantaran ia merupakan sebuah pengetahuan yang berpotensi menyesatkan jiwa manusia, bahaya yang melekat dalam astrologi dapat menyebabkan manusia dalam kondisi bayang-bayang (ilusi) atau fitnah, sekalipun pada dasarnya ia hanya didasarkan pada pengetahuan simbolis kosmologis. Jika suatu peramalan didukung kebenaran fakta maka jiwa akan terpedaya oleh pengaruhnya dalam ketidaknyataan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah Hadits,
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw ditanya tentang para kahin, lalu beliau menjawab, ‘Mereka tidak bernilai apa-apa!’ Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka terkadang memberitakan sesuatu dengan benar.’ Beliau bersabda, ‘Kalimat yang benar itu berasal dari pencurian jin, lalu jin menyuarakannya di telinga walinya (dukun) seperti suara ayam betina yang berkokok (sehingga menggugah teman-temannya), lalu para setan (yang mendengarnya) mencampurinya dengan seratus kedustaan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih dari itu, Islam mengajarkan untuk berserah diri pada ketentuan nasib (takdir) dan sikap ini sangat penting untuk membebaskan diri dari segala bentuk peramalan. Doktrin Islam tidak mengenal praktek peramalan astrologis karena hal itu secara tidak langsung berarti menghapuskan kedudukan Tuhan dalam kekuasaan pada diri manusia seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran
Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. 27:65).
Wallaahu A'lamu bi As-Shawaabi
(Minah al-Jaliil Syarh Mukhtashar Khaliil 2/113, Wuzaarah al-Auqaaf wa as-Syu"uun al-Islaamiyyah 24/54)
Ilmu at-Tanjiim (perbintangan) itu bermacam-macam :
1. Wajib di pelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui waktu-waktu sholat, arah kiblat dan lain-lain.
2. Sunnah dipelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan petunjuk dalam perjalanan. 3. Makruh dipelajari
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui kapan terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.
3. Haram dipelajari/ di percayai
Ilmu nujum (perbintangan) yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang ghaib seperti kesembuhan panyakit, nasib baik, buruk, perjodohan, ekonomi, karier, keberuntungan atau waktu kematian.
===========================
tambahan dalam diskusi group
- sebaiknya jangan percaya ramalan dgn berlebihan,,ambil tengah2 aja,,pasrahkan semua pd ALLOH..
(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات . وافتي الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ
JK seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk di gunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam syafii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri
GHOYATUT TALKHIS Hal 206 - Khoirul Muslimin .....
KETIK : RAMAL spasi NAMA spasi BRENGSEK spasi AJOORR... kirim ke botak
dapet balasan ini itu... dan percaya, apa termasuk MUSYRIK....???
JAWABAN
Pada masa sebelum kehadiran Islam ramalan yang berkembang dan dikenal di kalangan masyarakat ada beberapa macam ;
1. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang mencuri dengar dari suara langit yang kemudian dibisikkan ke tukang ramal.
2. Ramalan yang dihasilkan dari informasi jin yang bekerja sama dengan manusia dari hal-hal di luar pengetahuan manusia.
3. Ramalan yang dihasilkan dari dugaan dan firasat.
4. Ramalan yang dihasilkan dari eksperimen dan kebiasaan.
5. Ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang.
Dalam masa Pra-Islam para tukang sihir memiliki prediksi ramalan yang lumayan akurat, namun pasca kedatangan Islam, validitas ramalan mereka relatif menurun dan mengalami kekacauan. Hal ini memang ditegaskan dalam aL-Qur’an surat Ash-Shooffaat ayat 10, bahwa setelah Islam datang dan aL-Qur’an diturunkan, langit dijaga oleh para Malaikat dan menjadi zona yang tidak bisa jangkau oleh syaitan.
Sikap Islam terhadap Praktek Ramalan Astrologi (ramalan yang mengacu pada petunjuk bintang)
Astrologi dikelompokkan menjadi dua bagian :
1. Astrologi Hisaabiyyah ialah ilmu untuk menentukan permulaan bulan melalui teori perhitungan perjalan bintang. Ulama sepakat akan legalitas ilmu ini guna kepentingan penentuan waktu-waktu shalat serta penentuan arah kiblat. Bahkan mayoritas Ulama menyatakan kewajibannya sebagai kewajiban kolektif (fardhu kifaayah).
2. Astrologi Istidlaaliyyah ialah ilmu ramalan peristiwa-peristiwa dibumi yang mengacu pada gerakan angkasa, jenis astrologi yang kedua inilah yang dilarang dalam Islam apabila meyakini bahwa tanda-tanda simbolis angkasa atau zodiac bisa menunjukkan pengetahuan gaib atau bahkan yang mengendalikan nasib dan peristiwa bumi.
Apabila ramalannya didasarkan hanya pada kebiasaan kondisi alam tertentu, dan semuanya tetap dikembalikan pada kehendak dan kekuasaan Allah, seperti prakiraan cuaca, arah angin, musim dan lain-lain maka hukumnya diperbolehkan hal ini sesuai dengan Sabda Nabi Muhammad SAW
إذا نشأت بحرية ثم تشاءمت فتلك عين غديقة
“Ketika laut menguap lalu menyebar maka (itu) pertanda musim hujan”(Syeikh ‘Athiyyah Bulugh al-Maraam 73/3)
Nabi bersabda: Allah berfirman: Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir, adapun orang-orang yang mengatakan: Kami diberi hujan dengan sebab keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya, maka dia telah berman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan: Kami diberikan hujan dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia telah kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Astrologi Istidlaaliyyah yang dilarang dalam islam lantaran ia merupakan sebuah pengetahuan yang berpotensi menyesatkan jiwa manusia, bahaya yang melekat dalam astrologi dapat menyebabkan manusia dalam kondisi bayang-bayang (ilusi) atau fitnah, sekalipun pada dasarnya ia hanya didasarkan pada pengetahuan simbolis kosmologis. Jika suatu peramalan didukung kebenaran fakta maka jiwa akan terpedaya oleh pengaruhnya dalam ketidaknyataan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah Hadits,
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah saw ditanya tentang para kahin, lalu beliau menjawab, ‘Mereka tidak bernilai apa-apa!’ Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka terkadang memberitakan sesuatu dengan benar.’ Beliau bersabda, ‘Kalimat yang benar itu berasal dari pencurian jin, lalu jin menyuarakannya di telinga walinya (dukun) seperti suara ayam betina yang berkokok (sehingga menggugah teman-temannya), lalu para setan (yang mendengarnya) mencampurinya dengan seratus kedustaan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Lebih dari itu, Islam mengajarkan untuk berserah diri pada ketentuan nasib (takdir) dan sikap ini sangat penting untuk membebaskan diri dari segala bentuk peramalan. Doktrin Islam tidak mengenal praktek peramalan astrologis karena hal itu secara tidak langsung berarti menghapuskan kedudukan Tuhan dalam kekuasaan pada diri manusia seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran
Katakanlah: "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. 27:65).
Wallaahu A'lamu bi As-Shawaabi
REFERENSI : Minah al-Jaliil Syarh Mukhtashar Khaliil 2/113, Wuzaarah al-Auqaaf wa as-Syu"uun al-Islaamiyyah 24/54 - Khoirul Muslimin lalu bagaimana dengan fenomena masyarakat jawa ada istilah weton, hari baik, hari na'as, termasuk menentukan hari ketika ada hajat, bepergian, perkawinan, membuat rumah...???
JAWABAN
Semua dikembalikan pada I`tiqod dan keyaqinannya.
apabila meyakini bahwa hari2 tertentu menunjukkan pengetahuan gaib atau yang mengendalikan nasib dan peristiwa bumi maka jelas NDAK BOLEH
Apabila didasarkan hanya pada kebiasaan kondisi alam tertentu(sunnatullah, atau ilmu inteng-inteng "azas kebiasaan rahasia alam"), dan semuanya tetap dikembalikan pada kehendak dan kekuasaan Allâh, seperti kebiasaan yg telah berlaku sejak dulu, yg kemudian di jadikan pegangan kebiasaan tentang baik buruk sebuah keadaan yg tidak bertentangan dg tauhid,perkiraan cuaca, arah angin, musim dan lain-lain, maka hukumnya diperbolehkan. Hal ini sesuai sabda Nabi saw. dan sebuah hadits qudsi;
""Hamba-hambaku akan menjadi iman dan kafir dengan-Ku, hamba yang mengatakan; kita dihujani karena anugrah Allah, maka ia beriman dengan-Ku dan kafir dengan bintang, dan hamba yang mengatakan; kita dihujani karena keadaan bintang tertentu, maka dia kafir dengan-Ku dan iman dengan bintang."
Hukum Sebab Akibat Menurut Ulama Ahli Tauhid
Dari dalil "Wahdaniyyah" ini bisa diketahui bahwa tidak ada sesuatu yang bisa "memberikan akibat" baik berupa api, pisau, makan terhadap pembakaran, pemotongan, atau rasa kenyang. Hanya Allah jualah yang menjadikan "terbakarnya" sesuatu ketika bersentuhan dengan api, menjadikan terpotongnya sesuatu ketika bersentuhan dengan pisau, menjadikan kenyang ketika makan atau memberikan kesegaran ketika minum.
barang siapa punya anggapan bahwa api bisa membakar dengan tabiat panasnya, atau air bisa menyegarkan juga karena tabiatnya, Maka ia tergolong kufur dengan berdasarkan kesepakatan ulama (ijma).
Dan barang siapa punya anggapan. Api tersebut bisa membakar dengan kekuatan yang dititipkan Allah padanya, maka ia termasuk orang bodoh dan fasiq. Karena orang seperti ini jelas-jelas tidak tahu akan hakikatnya "Wahdaniyyah"
sama seperti halnya perhitungan weton, penentuan hajat hari baik jika di sandarkan sebagai sebuah ikhtiar dan i'tikad baik adalah usaha ngadong rohmad atas kebiasaan hukum alam (sunnatullah) yg biasa terjadi dg tidak memastikan, namun hanya usaha sebagai bentuk ikhtiar masih boleh, namun bila sudah mengarah pada memastikan dan menjatuhkan kepastian ini yg tidak boleh, maka pinter-pinterlah mencari tukang ngitong dino. gak asal nduwe duwek dok kanggo ngitong hehhehe.... - Khoirul Muslimin keterangan...............
Kalau meyakini kejadian baik dan buruk akibat pengaruh hari-hari tersebut bisa di hukumi kufur, tapi kalau hanya terkait secara 'ady (kejadian umum) serta dimungkinkan kedua hal tersebut tidak menimb...ulkan keterkaitan sama sekali maka Boleh
(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات . وافتي الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ
“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk di gunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam syafii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri (bukan Allah)”
Ghayat al Talkhis al Murad Hal 206
تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama,
atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya menurut pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bidah seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirirnya,
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka dihukumi orang bodoh
atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah" Tuhfah alMuriid 58.
Wallaahu A'lamu bis Showaab
Comments
Post a Comment